Hal itu mengemuka dalam diskusi panel ahli Kompas di Jakarta, Kamis (21/6). Ekonom Faisal Basri memoderatori diskusi yang menampilkan ekonom senior Sudradjad Djiwandono, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Thee Kian Wie, pengamat ekonomi Hendri Saparini, dan pengamat ekonomi Ahmad Erani
Perbankan nasional kini lebih kuat menghadapi krisis. Namun, Indonesia harus tetap mewaspadai krisis global baru karena masalah Eropa dan Amerika Serikat tahun 2008 belum kelar.
Panelis mengatakan, perbankan menjadi salah satu penyebab dunia usaha jadi berpikiran jangka pendek. ”Semua bisa dihitung sama dan yang beda bisa disamakan,” ujarnya.
Sementara panelis lain menilai, suku bunga kredit dan kewajiban uang muka yang tinggi untuk belanja modal yang produktif, seperti permesinan, menghambat ekspansi dunia industri. Dunia usaha mengharapkan kalangan perbankan nasional mau membuat terobosan tanpa mengabaikan manajemen risiko untuk memacu pertumbuhan industri yang bisa diperdagangkan.
Kondisi ini membuat pertumbuhan industri nasional belum kembali ke titik sebelum krisis. Meski sudah mampu melampaui pertumbuhan produk domestik bruto tahun 2011, pertumbuhan industri belum pernah kembali mengulang masa keemasan ekonomi sebelum tahun 1996.
Sejak tahun 1987-1996, industri nasional tumbuh konsisten dua digit sehingga secara bertahap mampu menyerap angkatan kerja yang sebagian besar berada di sektor pertanian. Sejak krisis, industri terus mencatatkan pertumbuhan satu digit dengan tren terus menurun selama beberapa tahun terakhir.
”Sekarang sektor nontradable justru meningkat tajam hingga dua digit dan sektor tradable terus melemah. Untuk memajukan industri harus ada kondisi yang memfasilitasi alih teknologi dan akses permodalan,” ujar seorang panelis.
Saat ini, sektor perkebunan dan pertambangan menjadi primadona bisnis di Indonesia. Pemerintah harus lebih tegas membatasi kepemilikan asing karena industri ekstraktif nasional menjadi pemasok bahan baku industri turunan di luar negeri.
”Dominasi pemain asing dalam industri kelapa sawit dan perbankan menjadi fenomena dana masyarakat membiayai investasi asing di Indonesia,” ujar seorang panelis.