Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Gagal Lindungi Rakyat

Kompas.com - 12/09/2012, 02:46 WIB

Jakarta, Kompas - Perokok aktif laki-laki di Indonesia mencapai 67 persen dan perempuan 2,7 persen jumlah penduduk. Enam tahun sebelumnya, perokok laki-laki 53 persen. Meningkatnya jumlah perokok aktif mencerminkan kegagalan negara dalam melindungi rakyatnya dari bahaya asap rokok.

Kebiasaan penggunaan tembakau pada orang dewasa (usia 15 tahun ke atas) di Indonesia terekam dalam data Global Adult Tobacco Survey (GATS) 2011 yang diluncurkan di Kementerian Kesehatan, Selasa (11/9). GATS merupakan survei nasional representatif yang menggunakan protokol standar antarnegara. Jika dibandingkan dengan hasil sejumlah negara lain yang melaksanakan GATS, persentase perokok aktif laki-laki Indonesia terbilang tinggi. Di negara lain, seperti India, Thailand, Filipina, Polandia, dan Vietnam, jumlah perokok aktif laki-laki tidak menembus 50 persen penduduk.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan, persentase perokok sangat memprihatinkan. ”Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional 1995, perokok aktif laki-laki 53 persen. Saat ini, jumlah perokok aktif naik. Epidemik merokok di negara kita masih berjalan, padahal di negara lain mulai menurun. Kita gagal melindungi rakyat dan dikalahkan industri rokok,” kata Nafsiah.

Mengutip hasil penelitian Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Nafsiah menambahkan, kematian akibat penyakit terkait dengan merokok di Indonesia mencapai 190.260 kasus pada 2010. Kerugian makroekonomi diperkirakan Rp 245 triliun pada tahun yang sama. Hal itu jauh lebih besar ketimbang cukai rokok sebesar Rp 50 triliun.

Bahaya bagi perokok pasif

Tingginya jumlah perokok aktif menyebabkan orang yang tidak merokok (perokok pasif) mengalami dampak negatif asap rokok bagi kesehatan. Menurut hasil GATS, orang dewasa yang terpapar asap rokok di tempat umum, seperti restoran, mencapai 85,4 persen. Mereka yang terpapar asap rokok di rumah sebanyak 78,4 persen dan di tempat bekerja 51,3 persen.

”Mereka yang merokok di rumah sama dengan mencelakakan kesehatan anak dan istri mereka. Orang yang tidak merokok harus berani menegur mereka yang merokok di tempat umum karena membahayakan kesehatan,” ujarnya.

Nafsiah menyatakan, Kementerian Kesehatan bertekad melindungi masyarakat Indonesia dari bahaya penggunaan tembakau. Dalam hal ini, dampak negatif terhadap kesehatan atau dampak buruk bagi perekonomian masyarakat dan negara, terutama bagi keluarga.

Penanggulangan

Nafsiah mengatakan, pihaknya serius menangani epidemik merokok. Pada Juli 2012, dia mengirim surat kepada Kementerian Luar Negeri untuk meminta Indonesia secara resmi mengaksesi Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC).

”Kita siap mengaksesi FCTC. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan merupakan komitmen bangsa untuk melindungi kesehatan masyarakat,” ujarnya. Dia juga mengirim surat kepada sejumlah kementerian terkait agar pejabat negara tidak ikut membuka World Tobacco Asia, sebuah pameran besar tembakau yang akan diadakan di Jakarta pada September ini.

Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan juga masih menunggu mendapatkan paraf dari setiap anggota kabinet. ”Sejauh ini, belum ada anggota kabinet yang menolak,” ungkapnya. Nafsiah berharap dalam waktu dekat peraturan itu dapat terbit.

Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan WHO untuk Indonesia Kanchit Limpakarnjanarat mengatakan, hasil GATS dapat digunakan untuk kebijakan pengendalian dampak negatif tembakau ke depan dengan tujuan utama melindungi kesehatan masyarakat. Dia menyebutkan, prevalensi merokok Indonesia termasuk tinggi di Asia Tenggara. Untuk memerangi epidemi merokok dibutuhkan komitmen besar dari pemerintah, media, dan warga negara. (INE)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com