Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Listrik Melimpah ala Distrik Vauban

Kompas.com - 26/09/2012, 05:10 WIB

Menyusuri Distrik Vauban sebagai wilayah terpadat di Kota Freiburg, Jerman, Selasa (17/7), begitu lengang dan cenderung hening. Di bekas kompleks barak tentara ini, sekitar 40 persen penduduk adalah anak-anak. Mereka bebas bermain dalam taman sekitar permukiman dan trotoar jalan.

Jalan raya di distrik ini tak seramai yang kami bayangkan sebelumnya. Sepanjang trotoar dilingkupi pepohonan rindang. Kenyamanan mendorong sebagian besar warga berjalan kaki dan bersepeda.

Setiap blok rumah memiliki kebun bunga serta taman bermain lengkap dengan arena olahraga untuk anak-anak. Sebuah kenyamanan di tengah kota, amat berbeda dibandingkan kehidupan di kota besar pada umumnya, termasuk Jakarta.

Hal lain yang membuat kami makin kagum, melihat panel-panel surya memenuhi atap rumah penduduk. Distrik ini dikenal sebagai desa surya, telah 100 persen memproduksi listrik sendiri. Listrik bahkan melimpah pada musim panas seperti sekarang.

Warga setempat, Andreas Delleske, bercerita, kemandirian akan energi listrik di Distrik Vauban telah melalui proses panjang selama 40 tahun. Kisah tentang perjuangan masyarakat membangun sebuah kota dengan sangat terencana itu tumbuh seiring mencuatnya isu nuklir.

Adalah tahun 1972, pemerintah ingin membangun pembangkit listrik bertenaga nuklir di Freiburg. Letaknya berjarak 25 Kilometer dari Distrik Vauban.

Rencana tersebut mengundang kontroversi. Para petani anggur mengkhawatirkan dampak limbah nuklir. Keberadaan pembangkit pasti bakal memunculkan awan-awan hujan, yang berarti mengganggu pertumbuhan tanaman anggur.

Di sisi lain, penelitian kelompok akademisi Freiburg mendapati besarnya risiko lingkungan atas pemanfaatan energi nuklir. Penolakan masyarakat pun semakin menguat.

Andreas masih ingat betul pada suatu pagi, menyaksikan ratusan lori dan berbagai peralatan untuk membangun pembangkit nuklir itu diangkut kembali meninggalkan Kota Freiburg. Hari ini menandai keberhasilan penolakan masyarakat akan nuklir. ”Saat itu saya masih kanak-kanak,” ujarnya.

Walaupun pembangunan pembangkit nuklir batal terlaksana, masyarakat menyadari besarnya kebutuhan akan listrik. Sebagai kota yang baru lepas dari kekuasaan tentara Perancis, Freiburg membutuhkan perencanaan tata ruang dan pembangunan yang memadai.

Dewan kota setempat kemudian berembuk menetapkan sejumlah haluan. Syarat utama pembangunan dalam kota adalah pemanfaatan rendah energi pada setiap sektor, mengingat kondisi kota pada saat itu cukup padat, dan kebutuhan permukiman baru sangat tinggi. Kebutuhan akan energi dengan demikian juga amat besar.

Sebanyak 25 arsitek berlomba menyiapkan konsep tata ruang kota. Satu di antaranya, asal Stuttgart, Rolfdisch, terpilih sebagai pemenang.

Rolfdisch menawarkan konsep ramah lingkungan pada setiap bangunan dalam kota. Bangunan harus mandiri menghasilkan listrik dengan berbagai cara.

Yang paling mudah adalah memiliki rumah pasif listrik. Caranya dengan memasang panel surya yang secara langsung bakal mengalirkan energi panas sebagai stok listrik.

Dewan kota kemudian mengembangkan proyek pembangunan perumahan rendah energi dan berbiaya murah. Proyek ini disebut Susi Project. Andreas merupakan salah satu penanggung jawab proyek tersebut.

Melalui Susi Project, barak-barak bekas tentara direhabilitasi dan dipasangi instalasi energi surya agar siap huni. Hasilnya disewakan dengan harga murah bagi kalangan mahasiswa.

Hingga tahun 1995, proyek ini menghasilkan pembangunan 110 rumah baru di Vauban yang secara mandiri menghasilkan listrik. Pembangunan serupa menyebar ke distrik-distrik lain di wilayah Freiburg.

Biaya pembangunan setiap rumah sebenarnya tergolong mahal untuk masa itu. Setiap keluarga yang ingin membangun rumah baru harus membayar sekitar 4.000 Euro atau sekitar Rp 48 juta. Namun, mereka dapat memastikan tak ada lagi ongkos listrik, karena seluruh kebutuhan ini secara otomatis terpenuhi melalui panel-panel surya yang terpasang di bagian atap.

Jika melihat jauh ke depan, dengan pertimbangan bahwa tidak selamanya dana subsidi pemerintah mengalir untuk pemanfaatan minyak bumi dan gas, pilihan pada tenaga surya tentulah jauh lebih menguntungkan dan aman.

Untuk mendorong warga antusias menggunakan energi surya, Pemerintah Jerman menyediakan dana insentif yang disebut Feed in System. Melalui sistem ini, setiap rumah tangga akan memperoleh dana dalam jumlah tertentu sesuai dengan listrik yang dihasilkan bersumber dari energi ramah lingkungan.

Kalangan rumah tangga juga tak perlu repot untuk membuat konsep rumah lengkap dengan instalasi panel surya, karena ada pihak ketiga yang membangunkan rumah dengan konsep yang disyaratkan dewan kota.

Setiap rumah setidaknya memiliki rancangan instalasi serta model atap dan dinding yang menyesuaikan kondisi matahari di daerah tersebut. Sewaktu musim panas, sinar matahari yang sangat terik tidak sampai masuk ke dalam rumah.

Pada musim dingin, sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah dan berfungsi sebagai penghangat pasif. Setiap rumah memiliki kaca jendela besar yang berhubungan langsung dengan matahari, dengan menghadap 30 derajat ke utara. Jendela tidak terhalang oleh bangunan lain sehingga penyaluran energi surya sejak pukul 09.00 hingga 15.00 menjadi efektif. Setiap bangunan juga memiliki dinding serta lantai yang mampu menyerap dan menyimpan panas, serta memiliki termal massa sebagai penyerap energi panas, lalu memberikan kembali energi tersebut ketika lingkungan dalam kondisi dingin. Energi panas dikumpulkan ke dalam satu perangkat listrik.

Tata ruang

Kota Freiburg seluas 153 kilometer persegi memiliki kepadatan penduduk sekitar 1.500 jiwa per kilometer persegi. Lokasinya di barat daya Jerman. Kota ini hangat karena terletak dalam lembah yang dikelilingi kawasan hutan Blackforest.

Sejak konsep tata ruang kota berjalan, masyarakat memiliki standar hidup yang tinggi akan praktik-praktik ramah lingkungan. Kota yang berada di jantung kawasan budidaya anggur ini didesain sesuai kebutuhan layak hidup bagi masyarakatnya. Dibangun dengan sejumlah persyaratan akan pemenuhan energi tenaga surya, setiap bangunan juga berfungsi sebagai hunian komunal. Satu bangunan dapat dihuni tiga hingga empat keluarga, agar instalasi tenaga surya dapat dimanfaatkan secara komunal.

Dalam konsep tata ruang, pemerintah mensyaratkan pihak kontraktor untuk membangun taman-taman bermain dan kebun bunga di setiap blok rumah. Ada jaminan kenyamanan bagi setiap keluarga. Mungkin ini salah satu sebab tidak banyak anak muda meninggalkan wilayah Freiburg. Kota ini pun berkembang sebagai kota wisata dan kota pendidikan, didukung oleh banyaknya bangunan tua bersejarah sekaligus pusat-pusat pendidikan ternama.

Setiap warga juga bertanggung jawab atas kebersihan kota. Pemilahan jenis sampah berlangsung sejak di setiap rumah tangga sehingga memudahkan pemilahan pada tempat sampah umum yang terbagi atas kategori plastik, botol, kertas, serta sampah campuran.

Masyarakat juga memiliki oven komunal untuk digunakan bergantian. Tujuan pemanfaatan ini tak lain untuk menghemat energi.

Faktor lain yang menciptakan kenyamanan kota ini adalah penataan sistem transportasi. Kereta, trem, dan bus sangat memadai sehingga warga merasa tak perlu lagi menggunakan mobil pribadi. Terlebih lagi ongkos parkir kendaraan sangat mahal.

Jalur khusus sepeda juga tersedia di sepanjang jalan. Sebagian besar warga memilih bersepeda atau berjalan kaki menuju tempat kerja.

Itu sebabnya jarang kami temui angkutan pribadi melintas. Jalan raya pun terkesan lengang di tengah padatnya penduduk Kota Freiburg.

Jika penataan kota-kota di Indonesia bisa seperti ini, betapa nyaman menjadi warganya. Semoga ini bukan untuk impian semata.

(Irma Tambunan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com