Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utang Obligasi Pemerintah

Kompas.com - 12/10/2012, 02:22 WIB

Adler Haymnas Manurung

Ketika Indonesia mengalami krisis pada 1998-2002, di mana semua bank mengalami kerugian, pemerintah mengambil alih perbankan dan mendirikan Badan Penyehatan Perbankan Nasional agar perekonomian bertumbuh.

Kebijakan ini membuat semua aset bank diambil alih BPPN. Perbaikan atas perbankan itu dilakukan dengan menyuntikkan obligasi sehingga bank tersebut mendapat obligasi di sisi kiri neracanya sebagai aset, serta tambahan ekuitas di sisi kanan neracanya. Pemerintah berkewajiban membayar bunga atas obligasi yang dipegang bank untuk rekapitalisasi tersebut.

Dengan adanya obligasi rekapitalisasi, diperlukan sebuah lembaga untuk mengelola obligasi rekapitalisasi tersebut dan lembaga ini ada di bawah Kementerian Keuangan dan saat ini disebut Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Pada saat pemerintah menerbitkan obligasi rekapitalisasi, nilainya sekitar Rp 399,8 triliun yang disuntikkan ke beberapa bank (data 2005, Kementerian Keuangan).

Nilai utang pemerintah dalam bentuk Surat Utang Negara sendiri per akhir Agustus 2012 Rp 741,845 triliun. Perinciannya, obligasi Rp 714,075 triliun dan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) Rp 27,77 triliun. Bila dimasukkan Surat Berharga Syariah Negara yang Rp 96,991 triliun, total utang dalam bentuk surat berharga Rp 811,066 triliun. Nilai utang dalam bentuk surat berharga dan diterbitkan dalam mata uang rupiah ini meningkat 100,39 persen selama 2005-2012. Peningkatan cukup fantastis dan bisa menimbulkan bom waktu pada pemerintahan berikutnya.

Siapa menikmati?

Mengapa meningkat dan siapa yang menikmati? Peningkatan utang terjadi akibat APBN kita tak pernah surplus dan selalu direncanakan defisit karena mengikuti doktrin defisit. Penyelesaian utang sebuah negara dapat dilakukan dengan adanya surplus atau memperpanjang periode surat utang lewat penataan profil jatuh tempo utang atau membuat pinjaman baru dan membayar utang jatuh tempo.

Kelihatannya, pemerintah menggunakan pendekatan ketiga, yaitu melakukan pinjaman baru untuk membayar utang lama yang jatuh tempo. Artinya tak ada terobosan baru. Peningkatan utang ini pasti dinikmati pemegang obligasi dan juga lembaga yang dipakai Kemenkeu untuk menjaga harga obligasi ini. Bila diperhatikan di pasar obligasi, bank asing selalu menaikkan atau mendorong harga obligasi pemerintah ke atas pada saat pemerintah melakukan pembelian kembali (buy back) obligasi.

Sebaliknya, tindakan mendorong harga turun dilakukan ketika pemerintah menerbitkan obligasi sehingga imbal hasil (yield) yang ditawarkan pemerintah harus tinggi saat pemerintah melelang obligasi baru. Tindakan ini dilakukan dalam periode sebulan sebelum Kemenkeu melakukan pembelian kembali obligasi atau sebelum penawaran obligasi terbaru. Artinya, dalam APBN ada biaya yang dikeluarkan untuk menyubsidi pihak asing.

Menkeu pernah melontarkan kepada publik tentang sumbangan 1 miliar dollar AS kepada IMF guna membantu IMF yang sedang kesulitan keuangan. Saya berpendapat, teknik komunikasi dan kajian yang diterima Menkeu terkait langkah ini kurang tepat. Dengan 1 miliar dollar AS, pemerintah bisa berbuat banyak untuk pembangunan dan menarik dana dari luar negeri. Bila uang itu dipakai sebagai jaminan untuk mendapatkan dana lebih besar dengan bunga 2,5 persen per tahun, hasilnya senilai 2,09 miliar dollar AS dan bila bunga 3,5 persen per tahun, nilainya 2,80 miliar dollar AS.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Rombak Direksi ID Food, Erick Thohir Tunjuk Sis Apik Wijayanto Jadi Dirut

Whats New
OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

OJK Bakal Buka Akses SLIK kepada Perusahaan Asuransi, Ini Sebabnya

Whats New
Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan 'Buyback' Saham

Gelar RUPST, KLBF Tebar Dividen dan Rencanakan "Buyback" Saham

Whats New
Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Layanan LILO Lion Parcel Bidik Solusi Pergudangan untuk UMKM

Whats New
60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

60 Persen Pekerja RI Bekerja di Sektor Informal dan Gig, Hadapi Tantangan Keterbatasan Akses Modal

Whats New
Surat Utang Negara adalah Apa?

Surat Utang Negara adalah Apa?

Work Smart
Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Luhut Minta Kasus Tambak Udang di Karimunjawa Tak Terulang Lagi

Whats New
Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Kemenhub Bebastugaskan Sementara Kepala Kantor OBU Wilayah X Merauke yang Diduga KDRT

Whats New
Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Demi Tingkatkan Kinerja, Bakrie & Brothers Berencana Lakukan Kuasi Reorganisasi

Whats New
Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

Seberapa Penting Layanan Wealth Management untuk Pebisnis?

BrandzView
Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Kejar Produksi Tanaman Perkebunan Menuju Benih Unggul, Kementan Lakukan Pelepasan Varietas

Whats New
Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Pemerintah Siapkan 2 Hektar Lahan Perkebunan Tebu di Merauke

Whats New
Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Mudahkan Reimbursement Perjalanan Bisnis, Gojek Bersama SAP Concur Integrasikan Fitur Profil Bisnis di Aplikasi

Whats New
Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Simak Rincian Kurs Rupiah Hari Ini di CIMB Biaga hingga BCA

Whats New
Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Harga Emas Terbaru 17 Mei 2024 di Pegadaian

Spend Smart
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com