Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
HILIRISASI INDUSTRI

Kapasitas Industri Pengolah Kakao Naik

Kompas.com - 11/12/2012, 03:04 WIB

Jakarta, Kompas - Sepanjang tahun ini, kapasitas industri pengolah kakao naik 26 persen, dari 268.000 ton menjadi 340.000 ton. Peningkatan tersebut tidak terlepas dari penerapan bea keluar biji kakao. Kebijakan tersebut mendorong hilirisasi industri kakao di dalam negeri.

Ketua Asosiasi Industri Kakao Indonesia Piter Jasman, Senin (10/12), mengatakan, saat ini terdapat 14 industri pengolahan. Pada tahun 2000, sebenarnya ada 40 pabrik yang beroperasi dengan kapasitas 300.000 ton. Kapasitas tersebut terus menyusut. Pada tahun 2009, tinggal lima pabrik yang beroperasi dengan total kapasitas 120.000 ton.

Dia mengatakan, penerapan bea keluar menjadi pendorong utama pertumbuhan industri pengolah kakao. Pemerintah mulai menerapkan kebijakan tersebut pada April 2010. Tarif bea keluar pada Desember ini dipatok 5 persen atau sama dengan tarif pada November. Penetapan besaran tarif tersebut berdasarkan harga referensi, yang dipatok 2.418,66 dollar AS per metrik ton.

Kebijakan bea keluar biji kakao telah berdampak pada meningkatnya nilai ataupun volume ekspor produk olahan kakao. Selama Januari-September 2102, pangsa volume ekspor biji kakao sebesar 47,1 persen dan kakao olahan 52,9 persen, sedangkan pangsa nilai ekspor biji kakao sebesar 40,8 persen dan kakao olahan

59,2 persen. Ekspor kakao olahan sejak tahun 2006 tidak pernah menembus angka 200.000 ton. Pada tahun 2011, ekspor kakao olahan hanya 195.470 ton, sedangkan pengapalan biji kakao mencapai 214.740 ton. Tahun ini, volume ekspor kakao olahan diproyeksikan naik hingga 240.000 ton.

Menurut Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi, pada tahun 2015 produksi kakao nasional diperkirakan tembus ke level 1 juta ton. Dari jumlah tersebut, industri hilir kakao di dalam negeri bisa menyerap 750.000-800.000 ton biji kakao. Saat ini produksi biji kakao baru mencapai 712.000 ton di lahan seluas 1,6 juta hektar.

Menurut informasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), pekan lalu kakao di Makasar diperdagangkan pada harga Rp 20.000 per kilogram (kg). Sementara itu, harga kakao di Kabupaten Lampung Timur masih stabil di level Rp 17.000 per kg. Harga kakao pada bulan sebelumnya di Lampung berfluktuasi karena pengaruh pergerakan harga kakao internasional. Saat ini petani di wilayah tersebut mengalami kesulitan dalam melakukan proses pascapanen karena musim hujan.

”Sebagian besar petani masih mengandalkan cuaca untuk melakukan pengeringan. Areal penanaman kakao di Lampung mengalami kenaikan dari 14.000 hektar menjadi 14.300 hektar. Produksi biji kakao kering juga meningkat dari sekitar 8.000 ton per tahun menjadi 8.802 ton, mengalami peningkatan hampir 10 persen,” kata Kepala Bappebti Syahrul R Sempurnajaya. (ENY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com