Jakarta, Kompas
Direktur Utama PT Pusri Palembang Musthofa saat dihubungi, Minggu (13/1), di Jakarta, menyatakan, industri melamin tidak lagi prospektif. Tidak ada alasan bagi PT Pusri untuk melanjutkan usaha patungan itu. Belum lagi kewajiban utang PT Sri Melamin Rejeki yang belum dibayar karena membeli bahan baku urea dari PT Pusri. PT Pusri mengajukan pailit dan rencana menggelar rapat umum pemegang saham untuk melikuidasi perusahaan melamin itu. ”Kami tidak rela kalau sampai negara harus membayar ganti rugi Rp 1,3 triliun,” kata Musthofa.
Penasihat hukum PT Sri Melamin Rejeki, Otto Hasibuan, menolak rencana likuidasi. ”Kami minta Pusri membayar dulu utangnya akibat wanprestasi perjanjian, baru perusahaan bisa dibubarkan,” ujar Otto.
Pada 1991, PT Lumbung Sumber Rejeki, PT Kairos Estuniaga, dan PT Pupuk Sriwidjaja (Persero) sepakat mendirikan perusahaan patungan PT Sri Melamin Rejeki. Komposisi saham terbesar (60 persen) dimiliki PT Lumbung Sumber Rejeki, milik Baktinendra Prawiro. Saham PT Kairos Estuniaga dan PT Pusri masing-masing 20 persen.
Perusahaan ini memproduksi dan menjual kristal melamin bubuk. Pabrik beroperasi 1994 di PT Pusri.
Nilai investasinya 66 juta dollar AS. Bubuk melamin digunakan untuk bahan laminasi, barang cetakan, pelapis permukaan, pengolahan kertas, tekstil, perekat, juga bahan lapisan dekorasi.