Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

BBM Akar Komplikasi

Kompas.com - 15/01/2013, 03:41 WIB

Demikian pula tahun 2015 pascapemerintahan baru terpilih. Agus berpendapat, di saat baru menjabat setahun, belum tentu pemerintahan baru akan menaikkan harga BBM bersubsidi.

”Jadi hal-hal ini juga menjadi pertimbangan kami. Walaupun kami konsentrasi bahwa BBM bersubsidi tidak bisa hanya memperhitungkan finansial, tetapi juga harus mempertimbangkan faktor kemiskinan dan sosial,” kata Agus.

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Aziz dari Fraksi Partai Golkar menyatakan, pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono jangan sampai meninggalkan beban kepada pemerintah yang akan datang dengan tidak menyelesaikan persoalan besarnya subsidi BBM. Tugas pemerintah sekarang justru mengurangi beban pemerintah yang akan datang.

Realisasi subsidi BBM tahun 2012 mencapai Rp 211,89 triliun atau 154,2 persen dari target. Ini terjadi terutama karena realisasi konsumsi BBM bersubsidi sebanyak 45,2 juta kiloliter (kl) atau jebol 5,2 juta kl dari pagu.

Besarnya konsumsi BBM berbanding terbalik dengan lifting minyak yang terus merosot. Dari target tahun 2012 sebanyak 930.000 barrel, realisasinya 860.600 barrel per hari. Konsekuensinya, impor minyak naik. Ini menjadi salah satu sebab neraca perdagangan defisit. Ujung-ujungnya neraca transaksi berjalan defisit pula.

Berkenaan dengan pasokan dollar AS dari ekspor, Direktur PT Bank Mutiara Tbk Ahmad Fajar mengakui, ada nasabah ekspor-impor yang memang tidak melepas dollar AS ke pasar. Namun, bank tidak bisa memaksa karena tidak ada kewajiban bagi eksportir dan importir untuk menukar dollar AS ke rupiah.

”Kami juga tidak bisa mengendalikan, siapa saja yang tidak melepas dollar AS,” ujar Fajar.

Akhir pekan lalu, Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution menyampaikan kondisi yang disebutnya ”hal di luar perkiraan”. Eksportir yang memperoleh dollar AS tidak melepasnya ke pasar dan tidak menukarnya dengan rupiah.

”Tambahan valas tidak cukup. Ini membuat tekanan pada kurs rupiah,” ujar Darmin.

Menurut Fajar, cara yang bisa dilakukan adalah dengan mewajibkan nasabah yang memperoleh hasil ekspor valas untuk mengonversikan ke simpanan di bank. Dengan demikian, bank memiliki persediaan valas dari tambahan hasil ekspor itu. (LAS/IDR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com