Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politisi PKS Cecar KPK soal Kasus Century dan Pajak

Kompas.com - 06/02/2013, 13:09 WIB
Sabrina Asril

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat melakukan rapat kerja dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (6/2/2013) siang ini dengan agenda evaluasi kinerja KPK tahun 2012. Rapat kerja kali ini terbilang istimewa karena sejumlah kasus korupsi yang menjerat para petinggi partai politik.

Rapat yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PAN Tjatur Sapto Edi itu dimulai sekitar pukul 10.30 WIB. Saat rapat dibuka, sudah ada 15 anggota dewan yang mau bertanya. Pada tahap pertama, pertanyaan sempat dilontarkan oleh politisi PKS, Indra.

"Saya apresiasi refleksi 2012 yang disampaikan. Siapa sangka tahun 2012 signifikan yang dilakukan KPK dalam penanganan kasus, menteri jadi tersangka, jenderal Polri jadi tersangka, saya pikir ini satu hal yang kami apresiasi kinerja KPK," kata Indra.

Pernyataan Indra ini kemudian menjadi bahan ledekan anggota Komisi III lainnya karena Indra tidak menyebut prestasi KPK dalam menangkap mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq. Luthfi diduga terlibat kasus dugaan suap impoir daging.

"Ini 2012. Itu kan 2013. Hahaha, beda-beda. Ini rapat evaluasi 2012. Kita fokus ke sini dulu," kilah Indra.

Ia pun melanjutkan pertanyaannya, salah satunya mengkritisi keseriusan KPK dalam membongkar kasus dugaan korupsi di sektor pajak yang menjadi lahan basah para pejabat selama ini. "Selama satu tahun ini, saya belum dengar keseriusan lebih dari KPK atau kecerdasan kinerja KPK dalam menentukan dan mendalami perkara terkait pertambangan dan pajak. Saya tidak ingin kasus pajak hanya berhenti di Gayus," kata Indra.

Ketua DPP PKS bidang Advokasi Buruh dan Nelayan ini mendesak KPK membuat terobosan besar di sektor pajak dan pertambangan. "Ini triliunan rupiah dana yang dikelola," kata dia.

Selain itu, Indra menyoroti perkembangan kasus Century yang seolah stagnan. Menurutnya, berbulan-bulan setelah KPK menetapkan dua orang tersangka, Budi Mulia dan Siti C Fadjriah, tetapi belum ada penahanan terhadap mereka.

"Mereka belum juga ditahan. Ini baru dua bulan, belum tersangka bagaimana ini logika hukumnya? Pikiran saya tidak mungkin dua deputi ini ambil keputusan sendiri. Tidak mungkin direktur dan Gubernur Bank Indonesia tidak tahu keputusan (dana talangan) itu. Kenapa begtu?" tambah Indra.

Ia juga menyoroti kasus BLBI pasca-keputusan Mahkamah Agung No 977 K/PID/2004 dan No 981 K/PID/2004 terkait vonis Direktur BI, Paul Soetopo. Dalam amar putusan MA itu, menurutnya, jelas terlihat ada keterlibatan Boediono dan direksi BI lainnya Hendrobudiyanto, Heru Soepraptomo, Mukhlis Rasyid, Haryono, dan Soedrajad Djiwandono dalam praktik korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sekitar obligasi rekapitulasi mencapai Rp 650 triliun dan sebesar Rp 144 triliun dalam bentuk obligasi BLBI.

"Seluruh direktur itu, kecuali Boediono, sudah diproses, kecuali Boediono. Ini logika berpikir apa? Ada apa dengan Boediono? Awalnya saya tidak yakin. Tapi, saya baca lagi, saya terperanjat. Tolong dijelaskan," ucap Indra.

Menurutnya, kasus BLBI yang awalnya ditangani Kejaksaan Agung bisa diambil alih KPK karena berpotensi menyebabkan kerugian negara. Ia pun menyerahkan amar putusan MA dan dalil-dalil pasal dalam Undang-undang Tipikor yang memungkinkan KPK mengambil alih kasus ini. Hingga kini, rapat kerja Komisi III dengan KPK masih berlangsung. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com