oleh : Apressyanti Senthaury
KOMPAS.com - Memperhatikan pergerakan Yen akhir-akhir ini mengemuka makna bahwa mata uang negara Jepang itu sedang dibayangi permasalahan. Lihat saja tren pergerakannya. Persoalan tersebut disinyalir muncul menjelang berakhirnya tahun 2012 silam. Japanese Yen cenderung bergerak terdepresiasi di tengah pemilu nasional yang digelar di negara beribukota Tokyo itu. Bahkan, pesimisme pasar terhadap pemerintahan pimpinan PM Shinzo Abe pun menyeruak ke permukaan dan meresahkan para investor.
Kuat dugaan bahwa PM Jepang yang ke-57 itu bertekad teguh mempertahankan langkah-langkah yang mendukung kenaikan inflasi dan menekan pergerakan yen lebih rendah untuk menyelamatkan eksportir Jepang. Kendati begitu, kecenderungan pelemahan JPY/USD yang telah menembus level 90 itu nampaknya belum cukup memuaskan para pimpinan di Jepang. Hingga, depresiasi yen diestimasi akan dibiarkan berlangsung guna mendukung strategi penyelamatan perekonomian Jepang. Sayangnya, keinginan pemerintah itu terganjal suramnya kemelut yang melanda perekonomian global. Ancaman penguatan mata uang yen yang ditakuti pun masih sangat terbuka.
Negara kepulauan di Asia Timur itu juga bergelut dengan apresiasi mata uang negara yang berkepanjangan, persoalan lapangan pekerjaan dan pendapatan serta perjuangan demi membangkitkan kembali ekonomi kuat Negeri Sakura. Otoritas Jepang pun jauh lebih mengkhawatirkan penguatan mata uang Japanese Yen dibandingkan pelemahannya. Apalagi, ekonomi negara yang berbatasan langsung dengan RRC, Korea dan Rusia itu berorientasi pada sektor ekspor. Hingga, penguatan mata uang negara, terutama yang berlebihan, sudah pasti akan melukai para eksportir negara itu.
Hal ini sangatlah beralasan, mengingat, imbas negatif terlalu kuatnya apresiasi mata uang yen paling memiliki potensi membahayakan perekonomian negara Jepang. Terbukti dengan apresiasi JPY yang sempat bergerak mendekati level rendah 75 di Bulan Oktober 2011, yang mau tak mau telah mendorong kecemasan di negara pimpinan PM Abe itu.
Problematika Negeri Sakura
Menyimak perjalanan mata uang Yen, rasanya tak akan lengkap tanpa membahas mengenai Jepang. Dan memasuki tahun 2013, kondisi negara yang pernah dipimpin oleh 8 perdana menteri hanya dalam 13 tahun itu terindikasi masih dibayangi berbagai persoalan eksternal maupun internal.
Termasuk, peta perpolitikan negara yang berlokasi di ujung barat Samudra Pasifik itu yang terindikasi rentan di tengah tak bertahan lamanya tampuk kepemimpinan perdana menteri yang berkuasa. Apalagi kondisi ini berlangsung bersamaan dengan konflik yang membayangi pemerintah Jepang dengan otoritas moneter Bank of Japan, yang dalam waktu dekat ini akan ditinggalkan oleh Maasaki Shirakawa. Mau tak mau, situasi tersebut membawa dampak tersendatnya kelancaran proses pemulihan negara, khususnya di bidang perekonomian.
Walau, antisipasi dan berbagai kebijakan telah dicanangkan oleh pemerintah Jepang, demi selamatkan ekonomi negara. Baik berupa kebijakan moneter longgar hingga komitmen pemerintah terkait pembelian aset dalam jumlah yang tak terbatas. Sedangkan, rongrongan problema pasar global masih terus mengepung dari segala penjuru.
Sementara itu, imbas musibah dahsyat 2 tahun silam yang menghantam pesisir timur Jepang pun belum hilang sepenuhnya. Entah secara ekonomis maupun dampak trauma psikologisnya. Bagaimana tidak, gempa besar berskala 8,9 SR yang terjadi pada Maret tahun 2011 telah menyebabkan banyak kerugian. Ribuan jiwa meninggal dunia, luka-luka dan kehilangan harta benda. Belum lagi permasalahan pasokan listrik yang terganggu akibat bocornya pembangkit tenaga nulir di kawasan Fukushima. Parahnya, tak hanya Jepang yang terancam bahaya radiasi nuklir, tapi juga dunia.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.