Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MP3EI Berpotensi Rusak Kekayaan Alam Kalimantan

Kompas.com - 28/02/2013, 02:24 WIB

Pontianak, Kompas - Pelaksanaan Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia berpotensi memperparah kerusakan alam di Kalimantan. Eksploitasi tambang dan energi diminta mempertimbangkan daya dukung lingkungan dan tata ruang wilayah.

”Kalimantan sebagai koridor tiga Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) akan jadi beban berat kelangsungan lingkungan hidup. Ini harus jadi pertimbangan semua,” kata Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup, Rabu (27/2), pada Rapat Koordinasi Ekoregion Kalimantan di Pontianak, Kalimantan Barat.

MP3EI merupakan kebijakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Namun, pelaksanaannya harus mempertimbangkan aspek lingkungan.

Salah satu langkah yang bisa terukur, proyek-proyek MP3EI tidak boleh menabrak tata ruang wilayah dan kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) serta wajib mengikuti dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal).

”Kalau ada amdal yang tidak betul, yang membuat dicabut lisensinya. Aturan ini bukan untuk menghambat, melainkan memastikan kualitas lingkungan tetap baik dan tujuan ekonomi juga tercapai. Ekonomi hijau,” kata Kambuaya.

Gubernur Kalimantan Barat Cornelis mengungkapkan, hingga kini perusahaan yang mendapat izin tambang di wilayahnya belum beroperasi. Selain itu, ada aktivitas tambang bauksit yang beroperasi dengan pengawasan.

”Kalau tampak ada aktivitas pertambangan (selain bauksit), itu tanpa izin. Biasanya masyarakat mengambil emas, itu pun di permukaan tanah,” kata dia.

Dari sisi perkebunan, ia memaparkan sekitar 500.000 hektar kebun kelapa sawit di Kalbar. ”Perusahaan diberi konsesi 10.000 (hektar), dihajar semua untuk sawit. Tidak sisakan untuk konservasi. Tapi ada satu yang melakukannya,” kata Cornelis.

Pihaknya hingga sekarang tidak ingin masif mengeksploitasi batubara dan emas. Ia mengatakan, bahan-bahan mineral ini akan dimanfaatkan saat sumber daya manusia setempat siap.

Konservasi dilanggar

Menurut Kambuaya, hampir 72 persen lahan/hutan di Kalimantan dimiliki sektor pertambangan dan sawit. Padahal, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Pulau Kalimantan, ada batas minimal perlindungan Kawasan Konservasi dan Kawasan Lindung bervegetasi 45 persen dari luas Pulau Kalimantan.

”Kalau lihat perpres ini, jumlah 45 persen lahan untuk dikonservasi di gambut ataupun hutan, tak cukup lagi,” kata dia.

Aktivis lingkungan yang juga peraih Kalpataru 2012 Pastor Samuel Oto Sidin mengatakan, pembukaan hutan besar-besaran untuk perkebunan 1990-an, membuktikan tandusnya lahan dan tanaman setempat. Saat ini, sulit mendapatkan tanaman gaharu dan tanaman kayu besi (ulin) yang berharga.

Sejak tahun 2002, ia bersama komunitas Rumah Pelangi di Desa Sungai Raya, Kubu Raya, Kalbar, memanfaatkan lebih dari 100 hektar lahan telantar (bekas lahan terbakar dan bekas tebangan liar) untuk ditanami berbagai pepohonan. Sedikitnya, 18 jenis pohon asam, 15 jenis bambu, kayu besi, gaharu, dan berbagai buah asli Kalimantan. (ICH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com