Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ancaman Lemahnya Ekonomi China

Kompas.com - 17/04/2013, 03:29 WIB

RENÉ L PATTIRADJAWANE

Semua terkejut melihat angka pertumbuhan kuartal pertama tahun 2013 China tercatat hanya sebesar 7,7 persen, turun dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal keempat tahun 2012 (7,9 persen).

Berbagai lembaga keuangan dunia menurunkan perkiraan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China di bawah 8 persen, menandakan sikap pesimistis bahwa China akan mempertahankan pertumbuhan tinggi di tengah resesi global saat ini.

Angka lain yang ikut turun adalah penjualan eceran barang-barang konsumen yang tumbuh sebesar 12,4 persen, turun dari angka 14,8 persen tahun lalu.

Biro Nasional Statistik China mencatat, 55,5 persen dari pertumbuhan ekonomi China berasal dari produk konsumsi.

Presiden China Xi Jinping pekan lalu memperingatkan, China sudah tidak mungkin lagi menjalankan pertumbuhan ekonomi ultratinggi atau supertinggi.

Pertumbuhan PDB China tahun lalu tercatat 7,8 persen, paling rendah sejak tahun 1999 karena melemahnya permintaan ekspor produk-produk China serta langkah penguasa Beijing untuk mengendalikan pertumbuhan pada tingkatan memadai.

Ada beberapa faktor yang memengaruhi pelambatan pertumbuhan China, dan yang paling nyata adalah resesi global yang melanda sejumlah kawasan dunia, terutama di Amerika Serikat dan Eropa, masih akan berlangsung lama.

Krisis zona euro, misalnya, menunjukkan upaya Uni Eropa (UE) menyelamatkan perekonomian sejumlah negara anggotanya menjadi tidak memadai walaupun dana dalam jumlah masif telah dikucurkan ke sektor perbankan negara-negara tersebut.

Ironisnya, krisis zona euro ternyata menghasilkan persoalan lain, yakni kemelut politik kawasan Eropa yang memicu krisis kepercayaan atas UE.

Berbagai keputusan menyelamatkan sistem mata uang tunggal euro dianggap menyengsarakan sejumlah negara Eropa ketimbang memperbaiki suasana pertumbuhan ekonomi, khususnya menyangkut lapangan kerja bagi orang-orang muda.

Belanja mulai dipangkas

Faktor lain yang juga menghambat pertumbuhan ekonomi China terkait kampanye antikorupsi yang dilancarkan Xi Jinping ketika terpilih sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis China (PKC).

Berbagai jamuan mewah bagi birokrasi partai, pemerintah, dan militer mulai dilarang. Belanja kelas elite ini pun diawasi, dan hubungan guanxi (koneksi) yang menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi China mulai dipangkas.

Mulai dikhawatirkan, China yang biasanya belanja berbagai macam produk dunia bernilai 1,8 triliun dollar AS dari berbagai belahan dunia akan mengurangi permintaannya karena pelambatan pertumbuhan ekonominya.

Dampak yang akan langsung terasa adalah kawasan sekitar daratan China, termasuk Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com