Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Ulur Harga BBM, Pemerintah Cuma Basa Basi?

Kompas.com - 21/04/2013, 17:35 WIB
Didik Purwanto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah dinilai masih setengah hati memutuskan kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM). Sebab hal tersebut akan mengakibatkan masalah baru, jika diputuskan lama.

Hingga saat ini, pemerintah masih mengkaji kenaikan harga BBM bersubsidi. Teranyar, pemerintah mengusulkan kenaikan harga BBM bersubsidi khusus untuk mobil pribadi, sementara untuk angkutan umum dan sepeda motor tetap.

"Masalahnya kebijakan saat ini seperti basa basi saja. Ini seperti adu pertandingan bola dan kita tahu kita pasti menang namun hasilnya masih seri. Agar tidak terjadi penalti, makanya permainan diulur waktunya," kata ekonom Unika Atmajaya A Prasetyantoko di Jakarta, Minggu (21/4/2013).

Padahal dengan kebijakan soal BBM bersubsidi yang baru diusulkan saat ini, pemerintah hanya mampu menghemat anggaran sebesar Rp 20 triliun-Rp 21 triliun. Anggaran tersebut dinilai kurang bila dibandingkan dengan menaikkan harga BBM bersubsidi untuk semua golongan. Pemerintah saat ini juga dinilai kurang menganggarkan untuk dana infrastruktur. Padahal penghematan BBM bersubsidi nanti bisa dialokasikan untuk dana infrastruktur.

"Saving cuma Rp 20-21 triliun itu nothing, apalagi kalau dibandingkan untuk anggaran infrastruktur yang harus lebih banyak," tambahnya.

Sebelumnya, pemerintah juga mewacanakan akan membuat kebijakan untuk mobil pribadi dilarang menggunakan premium (BBM bersubsidi). Nilai penghematan anggaran dari kebijakan ini diperkirakan akan sebesar Rp 80 triliun. Namun kebijakan itu tampaknya akan urung diberlakukan.

"Publik pasti menunggu, kapan keputusan akan dikeluarkan. Pemimpin kita tidak ada legitimasi untuk menaikkan harga BBM. Padahal leadership politik sekarang sangat penting untuk masa depan lebih baik," katanya.

Seperti diberitakan, harga BBM bersubsidi di Indonesia lebih murah dibanding negara sekawasan. Bahkan harga premium kita yang hanya 1,08 dollar AS, masih kalah dengan harga premium di Malaysia yang sudah 3,23 dollar AS per liter. Ditambah lagi, harga BBM bersubsidi itu masih disubsidi oleh pemerintah sebesar Rp 5.000 per liter.

Dampaknya, negara mengalami defisit anggaran dan defisit neraca perdagangan karena disebabkan oleh impor minyak yang semakin banyak. Bila tidak segera dikendalikan, hal tersebut akan mengakibatkan perekonomian menjadi lemah dan nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS semakin anjlok.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Subsidi BBM untuk Orang Kaya?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com