Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mungkinkah Terjadi Gelembung Properti?

Kompas.com - 17/05/2013, 13:52 WIB
Tjahja Gunawan Diredja

Penulis

KOMPAS.com- Kenaikan harga produk properti di Indonesia yang dahsyat menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya bubble atau gelembung properti seperti halnya di negara-negara lain.

Gelembung properti terjadi manakala harga properti naik tak terkendali kemudian tiba-tiba jatuh lalu menimbulkan kredit macet. Akibatnya, yang mengalami kerugian bukan hanya masyarakat pemakai, tetapi juga investor, dunia perbankan, dan secara keseluruhan perekonomian nasional juga ikut merosot.

Indonesia pernah mengalami hal seperti itu pada saat krisis moneter pertengahan tahun 1997 yang kemudiaan diikuti dengan krisis ekonomi tahun 1998-2000. Ketika itu, kredit macet sektor properti di perbankan nasional yang kemudian dialihkan ke Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) mencapai Rp 70 triliun.

Ditentukan dua faktor

Beberapa waktu lalu, Bank Dunia mengingatkan tentang kemungkinan terjadinya bubble properti di Indonesia. Menurut Bank Dunia, ada dua faktor yang bisa mendorong kemungkinan terjadinya gelembung properti di Indonesia.

Pertama, peningkataan harga jual apartemen di Jakarta yang tumbuh 45 persen (year on year) per Desember 2012. Hal yang sama terjadi di gedung perkantoran dan lahan industri. Kedua, tingkat pertumbuhan kredit untuk apartemen melaju cepat hingga 84 persen pada periode sama. Pinjaman perbankan ini ikut mendorong kenaikan harga properti.

Menurut pengamat properti Panangian Simanungkalit, untuk saat ini gelembung properti sulit terjadi di Indonesia. Selain karena kondisi makro ekonomi relatif baik, secara keseluruhan kredit perbankan untuk sektor properti masih di bawah rata-rata kredit nasional.

Indikator ekonomi yang menghela industri properti adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang hingga kini masih berada pada level 6 persen dengan tingkat inflasi 4,5 persen plus minus 1. Sedangkan kredit yang disalurkan perbankan ke sektor properti hanya 14 persen, sementara rata-rata kredit perbankan 21 persen.

Kalau melihat data ekonomi tahun 1995 atau di saat harga properti sedang melonjak, laju kredit sektor properti sebesar 29 persen sedangkan rata-rata pertumbuhan kredit berbankan nasional waktu itu 24 persen. Pada masa itu, tingkat inflasi juga tinggi, yakni 8,64 persen.

Setahun berikutnya, tahun 1996, harga properti semakin menggila bahkan kredit yang disalurkan ke sektor ini diatas 30 persen.

Tidak menggunakan kredit

Kalau dulu kredit properti banyak dipakai untuk kegiatan spekulasi terutama untuk jual beli tanah hingga akhirnya Bank Indonesia melarang pemberian kredit untuk tanah. Saat ini, pembelian properti termasuk untuk rumah-rumah kelas menengah-atas, dilakukan secara tunai keras maupun tunai bertahap.

Sebagian besar investor yang bermain di sektor properti juga tidak menggunakan kredit bank dalam usahanya. Mereka berinvestasi di sektor properti di kawasan yang menguntungkan (sunrise) dengan tingkat keuntungan di atas 20 persen (return on investment-ROI).

Lokasi emas yang dianggap memberikan keuntungan besar dalam investasi sektor propeti antara lain di Pantai Indah Kapuk (PIK), Kelapa Gading, kawasan Menteng, Kemang, Kebayoran Baru, Gading Serpong, dan Alam Sutera.

Pembelian properti secara tunai (keras dan bertahap) akhir-akhir ini, juga didukung oleh data dari konsultan properti Cushman & Wakefield maupun pernyataan yang dilontarkan Direktur Konsumer dan Ritel Banking PT BNI (Persero) Tbk Darmadi Sutanto serta Sekretaris Perusahaan PT BRI (Persero) Tbk Muhamd Ali (Kompas, 17 Mei 2013).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Terbitkan Permentan Nomor 1 Tahun 2024, Mentan Pastikan Pupuk Subsidi Tepat Sasaran

Whats New
Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Resmi Kuasai 100 Persen Saham Bank Commonwealth, OCBC NISP Targetkan Proses Merger Selesai Tahun Ini

Whats New
Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi 'Trading'

Sucor Sekuritas Ajak Masyarakat Belajar Investasi lewat Kompetisi "Trading"

Earn Smart
Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Kunker di Jateng, Plt Sekjen Kementan Dukung Optimalisasi Lahan Tadah Hujan lewat Pompanisasi

Whats New
Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Sudah Masuk Musim Panen Raya, Impor Beras Tetap Jalan?

Whats New
Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com