Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jepang Jual Pesawat Militer

Kompas.com - 28/05/2013, 03:18 WIB

TOKYO, SENIN - Tinggal selangkah lagi Pemerintah Jepang dan India akan menandatangani kesepakatan jual beli pesawat amfibi militer US-2. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1967 Jepang akan kembali mengekspor produk persenjataannya dalam kondisi utuh.

Menurut rencana, kesepakatan jual beli pesawat militer itu akan ditandatangani saat Perdana Menteri (PM) India Manmohan Singh menggelar kunjungan empat hari ke Jepang. Mulai Senin (27/5), Singh berada di Jepang dan akan menggelar pertemuan puncak dengan PM Jepang Shinzo Abe hari Rabu mendatang.

Kesepakatan, yang terungkap dalam laporan surat kabar bisnis Jepang, Nikkei, edisi hari Senin, itu akan menandai untuk pertama kalinya Jepang kembali mengekspor peralatan militernya dalam bentuk utuh ke negara lain setelah menerapkan larangan ekspor produk persenjataan pada 1967.

Larangan ekspor senjata itu diterapkan sendiri oleh Jepang sebagai bagian dari usaha menjauh dari militerisme setelah Perang Dunia II berakhir.

Pada 2011, Pemerintah Jepang mengendurkan larangan tersebut, yang memungkinkan para pelaku industri militer di Jepang berpartisipasi dalam proyek persenjataan multinasional.

Penjualan peralatan militer ini juga menandai penguatan hubungan kerja sama strategis kedua negara. Baik Jepang maupun India sama-sama memandang kebangkitan China di bidang ekonomi dan militer sebagai ancaman terhadap stabilitas regional.

Sejak setahun lalu

Pesawat amfibi jenis US-2 selama ini hanya diproduksi untuk keperluan Pasukan Bela Diri Jepang. Pasukan Bela Diri Maritim Jepang membeli pesawat itu dari produsennya, ShinMaywa Industries, seharga sekitar 10 miliar yen (Rp 969 miliar) per unit.

Pesawat tersebut dilaporkan memiliki daya jelajah hingga 4.700 kilometer dan mampu mendarat di laut dalam kondisi gelombang laut mencapai ketinggian 3 meter.

Lebih lanjut diketahui pula, pihak ShinMaywa Industries telah membuka kantor penjualan di New Delhi, India, sejak setahun lalu.

Menurut para pakar, pesawat-pesawat itu harus dijual ke India untuk keperluan sipil agar tidak melanggar aturan larangan ekspor senjata di Jepang. Pesawat itu, misalnya, bisa ditawarkan untuk menjalankan misi pencarian dan penyelamatan (SAR).

Menurut para pejabat Jepang, secara teknis sebuah pesawat militer bisa dianggap sebagai pesawat sipil selama sistem identifikasi teman atau musuh (IFF) di dalamnya tidak diaktifkan.

Menurut Nikkei, India telah menyatakan berminat membeli sedikitnya 15 unit pesawat US-2.

Jepang belakangan ini memang diketahui tengah memperluas pasar senjata buatannya. Selama ini mereka mengekspor hanya dalam bentuk teknologi ataupun suku cadang dan bukan produk utuh.

Menjaga kemampuan

Menurut Takehiko Yamamoto, profesor hubungan internasional dari Universitas Waseda, Jepang memang menerapkan kebijakan mengalihkan teknologi militer ke keperluan sipil agar tetap bisa diekspor.

Hal itu dilakukan untuk mempertahankan kemampuan Jepang di bidang industri militer. Sebab, jika itu tidak dilakukan, perusahaan-perusahaan besar Jepang, seperti Mitsubishi Heavy Industries dan Kawasaki Heavy Industries, tidak akan bisa terus memelihara dan mempertahankan para insinyur mereka guna membangun teknologi militer.

Padahal, kemampuan itu sangat vital bagi pertahanan suatu negara. (AFP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com