Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Konflik Agraria Dianggap Persoalan Paling Krusial

Kompas.com - 13/06/2013, 02:33 WIB

Jakarta, Kompas - Konflik agraria di dunia yang memicu petani kehilangan akses terhadap lahan dinilai semakin mencemaskan. Kalangan petani internasional mendesak agar konflik lahan yang terus meningkat dan dianggap sebagai persoalan paling krusial itu segera diatasi.

Demikian pernyataan hasil Konferensi Internasional La Via Campesina (LVC) atau Gerakan Petani Sedunia, di Jakarta, yang berakhir pada Rabu (12/6). Koordinator Umum LVC Henry Saragih mengatakan, konflik agraria menunjukkan agresifnya ekspansi bisnis perusahaan-perusahaan besar untuk menguasai lahan yang luas.

Besarnya konflik agraria di dunia ditunjukkan dengan lahan yang dibeli perusahaan besar sudah mencapai 50 juta hektar sejak tahun 2008. Berdasarkan data Serikat Petani Indonesia, konflik di Indonesia juga terus meningkat, dari 22 kasus pada tahun 2010 menjadi 144 kasus pada 2011 dan 195 kasus tahun 2012.

Luas lahan yang disengketakan terus melonjak dari 77.015 hektar pada tahun 2010 menjadi 342.360 hektar pada 2011 dan 818.814 hektar pada 2012. Dalam waktu tiga tahun itu, 26 orang tewas dan 217 petani dikriminalisasi akibat kasus agraria.

Persoalan lain yang dianggap penting, yakni reformasi agraria yang sudah diagendakan di sejumlah negara, belum dilaksanakan. Belum terealisasinya hak asasi petani dan suplai benih yang tak terjamin juga menjadi perhatian LVC. Kemudian, jangan menggunakan perdagangan bebas untuk pangan. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) diminta tidak menangani kebutuhan pokok tersebut.

Anggota Gerakan Aksi Petani Komite LVC Eropa dari Belgia, Jeanne Verlinden, mengatakan, tak hanya di negara-negara miskin, konflik agraria juga terjadi di Eropa. ”Konflik terjadi di Eropa bagian barat ataupun timur. Namun, persoalan di Eropa timur memang lebih berat,” ujarnya.

Kondisi itu disebabkan perekonomian Eropa timur yang tak semapan di bagian barat serta tingkat pendidikan masyarakatnya lebih rendah. ”Petani harus pergi dari tanahnya. Mereka bekerja di pabrik dengan upah rendah karena amat membutuhkan pekerjaan,” lanjutnya.

Perusahaan transnasional membeli lahan yang luas. Petani kecil perlahan menghilang. Sementara perusahaan besar semakin berkuasa. Konflik membuat petani tak dapat mengakses lahan.

Elizabeth Mpofu, petani dari Zimbabwe, mengatakan, konflik agraria menjadi tantangan paling besar yang dihadapi petani. Karena itu, pemecahan masalah konflik agraria menjadi rekomendasi sebagai hasil konferensi LVC. Konflik agraria yang marak di Afrika tidak sekadar masalah ekonomi.

”Jauh lebih kompleks, konflik bisa memicu masalah sosial yang luas. Konflik itu sangat intens terjadi di berbagai belahan dunia,” kata Elizabeth.

Konflik menyebabkan masyarakat pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Namun, pekerjaan sangat sulit didapat. Tingkat kemiskinan pun meningkat.

”Mereka semakin miskin. Di kota, para penganggur menjadi pengemis atau pencuri, terlibat prostitusi, serta terjebak dalam cengkeraman narkoba dan minuman keras,” lanjutnya. (bay)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Cara Bayar Shopee lewat ATM BRI dan BRImo dengan Mudah

Spend Smart
Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Apa yang Dimaksud dengan Inflasi dan Deflasi?

Earn Smart
Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Gampang Cara Cek Mutasi Rekening lewat myBCA

Spend Smart
Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Penurunan Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Indonesia Berpotensi Tertahan

Whats New
Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Gaji ke-13 untuk Pensiunan Cair Mulai 3 Juni 2024

Whats New
Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com