Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Mau Lukai Hati Teman, Perajin Tempe Ikut Mogok

Kompas.com - 11/09/2013, 13:15 WIB
Suhartono

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Hari kedua aksi mogok produsen tempe dan tahu, Tarjo (57), perajin tempe asal Pekalongan, Jawa Tengah, tak ingin melukai hati produsen tempe lainnya yang kini melakukan aksi mogok selama tiga hari sejak Senin (9/9) lalu hingga Rabu (11/9) mendatang.

"Saya ndak mau nantang. Wong diminta ndak buat tempe, masak nekad. Kasihan teman-teman kalau saya tetap membuat tempe. Bagaimana perasaannya? " katanya, saat ditemui Kompas di rumahnya di Gang Haji Aom, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (10/9/2013) malam.

Menurut Tarjo, dia harus mendukung langkah mogok produksi tempe yang kini dilakukan oleh perajin tempe dan tahu yang tergabung dalam Gabungan Koperasi Prosuden Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) se-Indonesia.

"Ini pelajaran buat pemerintah yang tak mau perhatian 'anak-anaknya'," tambah perajin tempe yang sudah membuka usaha sejak tahun 1978 silam.

Pemerintah, lanjut tarjo, ibarat orang tua yang harus memperhatian anak-anaknya. "Kami menunggu bapak Presiden memperhatikan dan punya kepedulian terhadap kami anak-anaknya. Kalau tidak diperhatikan, nanti seperti Dul (anak musisi Ahmad Dhani), yang nabrak-nabrak dan menimbulkan korban," paparnya.

DIa seraya berharap pemerintah menggalakkan kembali penanaman kedelai di lahan yang masih luas di Indonesia agar tak menggantungkan impor semata dari negara asing.

Tarjo siap memperpanjang waktu untuk tidak memproduksi tempe selama pemerintah belum memperhatikan para perajin tempe dan tahu. "Memang, sudah ada informasi, kalau harga kedelai masih mahal, perajin akan memperpanjang aksi mogok produksinya lagi. Bisa lima hari atau 10 hari," ujarnya.

Untungnya, Tarjo, buka warung kecil-kecilan di rumahnya sehingga bisa menambah penghasilan rumah tangganya. "Wah, kalau ndak ada warung istri saya, sudah bangkrut mas," tandasnya.

Setiap hari, Tarjo membuat tempe dengan kedelai yang diimpor dari Amerika Serikat. "Ini 50 kilogram (kg) kedelai saya beli Rp 470.000 padahal sebelumnya cuma Rp 350.000. Karena mahal, saya hanya buat tempe sehari 40 kilogram saja. Waktu masih murah, saya bisa buat 60 kg," ujarnya.

Dengan produksi yang hanya 40 kg, penghasilannya dari membuat tempe setiap hari, Tarjo mengaku hanya mendapat Rp 50.000 sehari. "Waktu kedelai masih murah, saya bisa pegang Rp 150.000 sehari," tambahnya.

Djoko Ashori (47), perajin tempe di Haji Aom, tetangga Tarjo, juga senada. "Saya mendukung perjuangan teman-teman untuk tidak buat tempe dulu. Saya dan kawan-kawan malah ikut sweeping kalau masih ada pedagang yang jualan tempe dan tahu di pasar. Saya kasih pengertian kepada mereka. Untungnya mereka mengerti, dan tempe atau tahunya dibawa pulang lagi," jelasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

KKP Kembangkan Jejaring Perbenihan Nasional Ikan Nila

Whats New
Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Kemenhub Evaluasi Pola Pengasuhan di STIP Jakarta

Whats New
Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Konsumsi Rumah Tangga Kembali Jadi Penopang Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kuartal I-2024

Whats New
Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Frekuensi Perjalanan LRT Jabodebek Ditambah, Waktu Tunggu Lebih Cepat

Whats New
Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas Sebut Pembangunan IKN Capai 80,82 Persen

Whats New
Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Simak Kurs Rupiah Hari Ini di BCA hingga BNI

Spend Smart
Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Bagaimana Prospek Sahamnya?

Earn Smart
Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Ada Regulasi Ketransmigrasian Baru, Kemendes Sebut Sebagai Modal Pengembangan Transmigrasi Modern

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com