Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengembangkan Indonesia Timur dengan Arus Laut

Kompas.com - 23/06/2014, 15:09 WIB
Windoro Adi

Penulis

Instalasi sederhana

Sejak sebulan lalu, Mita dan timnya telah membangun instalasi pembangkit listrik tenaga arus laut di Pantai Pulau Penida. Instalasi tersebut mampu menyalakan 25 lampu jalan di pantai sepanjang satu kilometer, dan pasar di dua desa di sana yaitu Desa Toya Pakeh, dan Banjar Nyuh.  istrik yang dihasilkan mencapai 10 kilowatt (KW).  Proyek inilah yang memenangkan “Mandiri Young Technopreneur, 2011”.

Saat Kompas.com mengunjungi lokasi berdirinya pembangkit listrik tenaga arus laut tersebut, bentuk instalasinya sangat sederhana. Sebatang pipa besi sepanjang enam meter ditegakkan dengan konstruksi rangka besi.

Bagian ujung yang masuk ke bawah permukaan air laut dipasangi baling-baling berdiameter satu meter dengan posisi horizontal. Bagian ujung lainnya yang berada di atas dipasangi turbin pembangkit listrik berukuran 1,5 X 1 meter. Dari kotak turbin muncul kabel listrik yang sudah berarus listrik yang dihubungkan dengan lampu-lampu jalan di tepian pantai dan pasar.

Sepengamatan Kompas.com, bentuk pembangkit listrik ini jauh lebih kecil ketimbang bentuk pembangkit listrik serupa di sejumlah negara lain. Kata Paramita, untuk mengecilkan ukuran perangkat pembangkit listrik dan meningkatkan dayanya, timnya telah melakukan serangkaian percobaan.

“Kami bekerja keras memperkecil dan memperingan ukuran pembangkit listrik ini, agar tidak lagi harus diangkut dengan kapal dan dipasang dengan tongkang dan alat-alat berat lainnya. Bagian-bagiannya pun kami buat bisa dirakit,” ucap Paramita.

Lebih murah

Di sisi lain, lanjut Deus, kalau pembangkit listrik di sejumlah negara lain baling baling pembangkit listrik baru berputar dengan arus laut minimal 2,5 meter per detik maka, alat pembangkit listrik kami hanya membutuhkan arus laut 0,5 meter per detik. Bongkar pasang dan pemeliharaan pembangkit listrik ini pun sudah diperbaiki disainnya sehingga bisa dipasang dan dipelihara oleh tenaga lulusan STM saja.

Saat ditanya tentang keunggulan produk timnya pada aspek pembiayaan, Paramita menegaskan, “jauh lebih murah.” 

“Sebagai pembanding, sebelum membeli satu pembangkit listrik dari luar negeri dengan kapasitas yang sama dengan produk kami, satu departemen membutuhkan biaya survei saja sebesar Rp 9 miliar. Itu belum membeli dan membangun instalasi pembangkit listriknya yang biayanya sampai puluhan miliar bahkan bisa sampai triliunan. Kami hanya membutuhkan dana Rp 1,9 miliar sampai pembangkit listrik buatan kami beroperasi,” ucap Paramita.

Untuk menambah daya listrik, lanjut Deus, pipa besi bagian bawah di permukaan air laut cukup ditambah dengan sejumlah baling-baling lain. “Baling-baling disusun ke bawah, seperti menyusun daging sate. Dengan demikian hemat ruang. Maksimal tiga susun baling-baling. Lebih dari itu, pipa besi dan konstruksinya harus diubah,”  ujar Deus.

Pada bagian lain Paramita dan Deus mengeluhkan rumitnya birokrasi yang  dilalui timnya. “Kami butuh waktu satu tahun sampai keluar ijin pemasangan pembangkit listrik ini. Semua dokumen ijin yang kami buat pun, rangkap 11. Padahal waktu yang dibutuhkan sampai pembangkit listrik beroperasi, hanya enam bulan. Padahal lagi, ini kan bukan proyek komersial,” sesal Paramita.

Pada bagian lain Budi mengatakan, bank yang dipimpinnya masih akan terus mengembangkan dan memperkenalkan para tehnokrat muda handal lewat program, “Mandiri Young Technopreneur”.

“Kami akan terus memberi mereka pancing, dan bukan ikan. Selebihnya menjadi tanggungjawab mereka mengembangkan diri,” tutur Budi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com