Ketiga, dana-dana itu dipakai untuk membiayai beasiswa seperti diamanatkan statuta (20 persen untuk mahasiswa berprestasi kalangan kurang mampu dan 20 persen lagi yang benar-benar kurang mampu). Keempat, pokok dari dana itu hanya akan dipakai 4 – 5% saja, sambil terus dicairkan dana-dana abadi yang baru. Para pengusaha dan CEO bisa memberikan dalam bentuk property maupun dana abadi yang diserahkan sepenuhnya, atau dibatasi untuk berapa lama.
Kelima, para pemberi dana abadi perlu diberikan imbalan. Apakah berupa penamaan (seperti seperti misalnya pada tahun 2004 Guru Besar Wharton, Dr. Andreas Buja mendapatkan nama baru: Liem Sioe Liong/ First Pasific Company Professor of Statistics, atau Nippon Life Professor of Finance, Dr. Allen Franklin). Atau imbalan lain berupa akses terhadap riset, dan cara -cara kreatif lain yang terhormat. Penamaan harus didasarkan sebuah aturan yang jelas dengan pertimbangan-pertimbangan yang masak.
Tentu, masih banyak sumber-sumber dana lain yang bisa didapatkan melalui crowdfunding, kegiatan-kegiatan sponsorship, dan sebagainya. Tetapi yang jelas universitas perlu membuka mata tentang potensi besar yang tersedia di balik aturan-aturan baru PTN-BH dan pertumbuhan ekonomi Asia.
Indonesia bukan lagi negara miskin, kita anggota G-20 dengan makin banyak filantropi dan perusahaan besar yang beruntung. Adalah ironi, masih banyak anak-anak pandai yang tak bisa kuliah di kampus bereputasi tinggi.
Kita perlu membuka mata, bahwa menargetkan diri menjadi World Class University mengundang konsekwensi perlunya dana-dana besar masuk ke dalam kampus. Ranking kelas dunia hanya bisa dicapai kalau kampus-kampus kita pandai menjaring dana-dana abadi, pandai mengelolanya, transparan, pandai melakukan investasi, dan mendatangkan pengajar-pengajar hebat seperti juga mahasiswa-mahasiswanya.
Dana abadi adalah “the guardians of the future againts the claims of the present. It is to preserve equity among generations" (James Tobin).
Prof Rhenald Kasali adalah Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Selain itu, pria bergelar Ph. D. dari University of Illinois ini juga banyak memiliki pengalaman dalam memimpin transformasi, di antaranya menjadi pansel KPK sebanyak 4 kali, dan menjadi praktisi manajemen. Ia mendirikan Rumah Perubahan, yang menjadi role model social business di kalangan para akademisi dan penggiat sosial yang didasari entrepreneurship dan kemandirian. Saat ini, dia juga maju sebagai kandidat Rektor Universitas Indonesia. Terakhir, buku yang ditulis berjudul "Self Driving": Merubah mental passengers menjadi drivers.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.