Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Asia Diterpa Krisis, Akankah seperti 1997-1998?

Kompas.com - 27/08/2015, 12:11 WIB


Filipina jadi bintang
Filipina dinilai sebagai negara di Asia yang paling tahan banting saat ini. Ada beberapa alasan yang menunjukkan ekonomi Filipina lebih kuat. Pertama, tingkat investasi asing di pasar obligasi dan saham terbilang rendah sehingga menjaga kondisi pasar saham Filipina dari aksi jual besar-besaran.

Kedua, rendahnya produksi sumber daya alam di Filipina membuat negara tersebut aman dari kemerosotan harga komoditas dibanding Indonesia dan Malaysia.

Ketiga, stabilitas politik di bawah kepemimpinan Presiden Benigno Aquino. Kondisi ini sangat kontras dengan kondisi politik Thailand yang dipimpin oleh militer sejak Mei 2014 atau Malaysia yang saat ini perdana menterinya menghadapi tuntutan pengunduran diri akibat skandal politik. 

Keempat, berdasarkan survei Bloomberg, ekonomi Filipina diprediksi tumbuh 5,7 persen pada kuartal lalu. Data PDB Filipina akan dirilis pada 27 Agustus. Angka tersebut naik dari angka 5,2 persen pada tiga bulan pertama tahun ini. Bandingkan angka tersebut dengan pertumbuhan di Indonesia dan Malaysia yang melambat menjadi 4,67 persen dan 4,9 persen pada periode yang sama. Sementara itu, pertumbuhan PDB Thailand hanya naik 2,8 persen.

"Filipina dipastikan merupakan bintang di kawasan regional. Pertumbuhan ekonomi Filipina naik secara stabil saat negara kawasan lain menurun," kata Edwin Gutierrez, Head of Emerging Market Sovereign Debt Aberdeen Asset Management Plc di London.

Bagaimana dengan Indonesia?
Dilihat dari pelemahan rupiah dan penurunan pasar saham, kondisi makro Indonesia saat ini tak jauh berbeda dengan Malaysia. Sejumlah analis menilai, kondisi makro Indonesia sangat rentan dengan adanya keputusan kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed), dan devaluasi yuan.

Tak mengherankan jika Bank Indonesia (BI) kembali merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini. Gubernur BI Agus Martowardojo menyatakan, pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan mencapai 4,7 persen-5,1 persen. Angka proyeksi ini lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh BI sebelumnya, yaitu sebesar 5 persen-5,4 persen.

Rendahnya proyeksi PDB tersebut, lanjut Agus, terjadi karena lambannya investasi swasta dan pemerintah.

"Ini karena penyerapan anggaran yang tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya," kata Agus dalam rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) di DPR, Selasa (24/8/2015), kepada wartawan Kontan.

Bahkan, BI juga merevisi proyeksi nilai tukar rata-rata rupiah terhadap dollar AS pada tahun ini dari Rp 13.000-Rp 13.200 per dollar AS, melemah menjadi Rp 13.000-Rp 13.400 per dollar AS.

Hal tersebut mempertimbangkan devaluasi yuan yang menyebabkan terdepresiasinya semua mata uang dan kebijakan kenaikan suku bunga acuan The Fed.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com