Mencari lahan baru yang lebih luas untuk mengembangkan HighScope Indonesia menjadi tantangan selanjutnya bagi Antarina Sulaiman. Setelah mencari-cari lokasi yang sesuai, dia tertarik dengan lahan di daerah TB Simatupang, di selatan Jakarta. Pada tahun 2001, dia pun mendapatkan tanah sewa di daerah itu seluas 1,2 hektare (ha).
Sempat mencari-cari pinjaman hingga ke World Bank untuk mendirikan gedung di atas lahan tersebut, namun usahanya tidak berhasil. Rina pun harus rela merogoh kocek sendiri untuk membangun gedung sekolah.
Setahun pembangunan, gedung sekolah di TB Simatupang pun sudah jadi. Dia lantas memindahkan seluruh siswanya ke lokasi baru tersebut. Jumlah murid di Highscope pun semakin banyak. Ia bilang, cara yang digunakan bukanlah dengan menggunakan iklan di beberapa media, melainkan berjualan langsung dengan menjelaskan kepada orangtua hingga menggelar workshop mengenai kurikulum di HighScope. “Dari work of mouth, cabang-cabang seperti di Bali, Palembang, Bogor, Palembang, dan tempat lainnya pun dapat terealisasi dibangun,” tutur dia.
Saat ini, sudah ada sekitar 1.300 lebih murid dan 300 pengajar yang tersebar di berbagai cabang HighScope. Rina menuturkan, setiap tahun, HighScope Indonesia mengundang beberapa ahli pendidikan terbaik dari Amerika atau ahli berbagai bidang seperti psikolog senior, ahli matematika, dan lainnya untuk memberi pengajaran pada anak.
Dengan memasukkan konsep pembelajaran, yaitu laboratorium kehidupan, Rina menanamkan konsep pada anak-anak tentang menghargai perbedaan. “Cara ini agar mencegah adanya senioritas dan mengurangi tindakan bully,” sebutnya.
Dengan konsep ini, sistem pendidikan di kelas pun berbeda. Salah satunya adalah multi age class. Dalam satu kelas tidak ada pembeda usia atau kemampuan anak. Di sekolah, ini juga pendidikan tidak hanya teori tapi juga praktik.
Cara dan konsep ini memang tak mudah, apalagi sekolah yang ada di Indonesia pada umumnya banyak memberi metode teori. Sehingga beberapa kali, Rina mengatakan menghadapi beberapa kendala dan masalah dalam penerapan kurikulum tersebut.
Rina bilang, ada dua masalah yang dihadapi dalam mendirikan Highscope Indonesia. Pertama, kurangnya kepercayaan orang tua dan masyarakat akan penerapan sistem pendidikan yang berbeda. Kedua, mengubah gaya belajar guru dan orang tua yang sebagai corong pengetahuan anak.
Ke depan, Rina menargetkan dapat membuka sekolah HighScope di beberapa kota-kota besar lain di Jawa dan juga membuka pendidikan tingkat universitas. (Jane Aprilyani)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.