Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasib Si Recehan, Tak Bernilai di Tangan Bangsanya Sendiri

Kompas.com - 30/11/2015, 15:41 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

KOMPAS.com — Dengan muka bersungut, Ria menolak empat pecahan Rp 500 dalam paket uang jajannya.

"Enggak ada yang lain uangnya? Enggak mau kakak uang ini," katanya mulai uring-uringan.

"Enggak ada, ini juga uang, Nak. Kalau enggak ada Rp 500 ya enggak ada uang Rp 5.000 ini," kata ibunya.

"Enggak, itu bukan uang. Enggak laku itu, kakak cuma mau uang kertas," kata siswi kelas V SD itu sambil ngeloyor pergi.

Murni, sang ibu, hanya bisa mengelus dada melihat kelakuan putrinya tersebut. "Aku heran, kenapa anak-anak sekarang tak mau dikasih uang recehan. Rp 500 saja mereka nolak, apalagi pecahan Rp 100?" ucap ibu dua anak, warga Kabupaten Langkat ini.

Ia mengaku sering menyimpan recehan untuk berbagai keperluan. "Bertaburan uang logam itu di teras rumah, dibuangin orang itu. Aku yang kutipin karena lumayan pikirku buat bayar parkir. Kalau banyak, bisanya buat beli bensin," ucap Murni.

Namun, Murni bercerita, ternyata tidak hanya anaknya yang tidak mau uang receh. Orang dewasa pun ada yang enggan menerima uang logam pecahan kecil.

"Pernah aku bongkar celengan, isinya uang Rp 500 banyak kali. Ada Rp 50.000 kurasa. Pergilah aku ke galon (SPBU) mau isi minyak. Rupanya tak mau orang galon kubayar pakai recehan kalau banyak kali. Padahal dulu, kalau perlu recehan, pergi saja ke galon. Heran aku, kalau tak lakunya uang ini, kenapa dikeluarin," ungkapnya kesal.

Rurita Ningrum, Direktur Eksekutif Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut pun menceritakan pengalamannya dengan uang receh.

"Suamiku pernah ditolak karena membayar dengan recehan. Di Swalayan Irian Pasar Merah, dia bilang, 'Payah orang di Medan, dikembaliin pakai uang recehan kita terima, tetapi pas kita bayar ditolak'," kata Ruri.

Menurut perempuan yang kerap disapa Ruri ini, saat belanja di swalayan atau di gerai-gerai minimarket, recehan kembalian belanja ternyata otomatis "dipermenkan" oleh pegawai minimarket tersebut.

"Kadang mereka minta disumbangkan, tetapi aku selalu menolak dan selalu menyiapkan recehan lengkap di dompet untuk mengantisipasi penodongan sumbangan itu. Sekarang kalau belanja aku pakai (kartu) debit. Tak repot nyumbang terpaksa atau diganti permen. Uang recehan buat belanja di pajak (pasar) saja," ucap ibu satu anak ini.

Ruri baru menggunakan recehan saat belanja di pasar tradisional. "Begitulah penggunaan uang receh bagi mamak-mamak yang rajin masak dan belanja ke pasar. Biasanya buat beli telur karena harganya tak selalu genap," katanya sambil tertawa.

Para pedagang di pasar-pasar tradisional ini masih memerlukan uang receh untuk kembalian para pembelinya.

"Kami butuh uang recehan buat kembalian. Terkadang susah cari recehan, sementara kembalian pakai pecahan kecil," kata Bre Sembiring, pedagang bahan pokok di Pasar Simpang Selayang, Medan.

Sementara itu, jika berbelanja ke swalayan dan pusat perbelanjaan, kasir tidak jarang langsung mengganti kembalian recehan dengan permen.

Seperti pengalaman Boru Gultom, ibu empat anak ini mengaku, setiap belanja, tanpa ditanya, kembaliannya akan diberikan dalam bentuk permen.

"Kembalianku Rp 1.500 lagi, eh diganti tiga permen. Kukumpulin permen-permen itu, udah banyak aku belanja. Pas bayar, kukasih permen semua. Kasirnya menolak dan marah," katanya.

Dia mengaku sampai adu mulut dengan si kasir. Perempuan 40 tahun itu mengatakan bahwa setiap belanja, dirinya menerima kembalian Rp 500 dalam bentuk permen. Menurut dia, si kasir tak bisa menjawab. Sejak saat itu, lanjutnya, swalayan tersebut selalu menyediakan uang receh untuk kembalian.

"Memang sengaja mau kasih mereka pelajaran. Seenaknya aja ganti uang dengan permen. Banyak di Medan kayak gitu, bosan saya berdebat dengan mereka. Orang melihat ini hal sepele, padahal ini masalah besar. Ini bentuk bagaimana kita menghargai mata uang kita. Kalau kita sendiri saja tidak peduli dan menghargai, bagaimana dengan orang asing?" ungkapnya.

Wanita yang baru dua tahun menetap di Kota Medan ini mengatakan, dirinya tahu bahwa menurut Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, setiap orang dilarang menolak untuk menerima rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan rupiah dan atau untuk transaksi keuangan lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian rupiah.

Menurut Pasal 21 ayat (1), pelanggar bisa dikenai hukuman pidana penjara setahun paling lama dan denda paling banyak Rp 200 juta.

"Sampai hari ini, saya belum pernah dengar ada pelaku usaha yang dipidana atau kena denda karena melanggar aturan itu. Nonsense! Masyarakatnya juga bodoh, diam saja. Harusnya BI melakukan sosialisasi, biar semua orang tahu soal ini. Biar tertib kita, jangan suka-suka hati saja," ucap perempuan yang lama tinggal di Belanda dan Jerman ini.

Keengganan berbagai pihak untuk menerima uang receh, atau bahkan menggantikannya dengan permen, seolah-olah menunjukkan, uang receh rupiah sama sekali tidak bernilai. Pertanyaannya, benarkah uang receh rupiah tidak ada gunanya?

Fenomena memandang sebelah mata terhadap receh rupiah itu diakui oleh dosen Fakultas Ekonomi UIN Sumatera Utara, Gunawan Benjamin.

Dia menyebutkan, masyarakat seolah tidak bisa menggunakan uang recehan untuk melakukan transaksi. Padahal, uang receh berguna dalam pembentukan harga barang dan masih diberlakukan.

"Rp 100 atau Rp 200 uang kembalian ini memang ribet, tetapi tetap bermanfaat karena menjadi satuan harga yang tetap memiliki dampak besar pada peningkatan laju tekanan inflasi," ucap dia, Sabtu (28/11/2015) petang.

"Memang kondisi ini membuat pedagang, khususnya di pasar modern, kesulitan untuk mengembalikan uang recehan itu sendiri. Kalau uang recehan kita hapuskan, tentunya sulit karena mungkin sekali transaksi dengan recehan masih dibutuhkan dalam pembentukan harga. Pasar modern banyak yang memanfaatkan selisih harga dengan satuan recehan tersebut untuk menarik peminat," katanya.

Dia mengatakan, jika pasar modern masih menyajikan harga dengan recehan, sebaiknya transaksi secara elektronik diberlakukan. Pembayaran secara elektronik bisa menjadi salah satu jalan untuk menghindari pengembalian dengan permen, pembulatan, atau untuk disumbangkan.

Selain itu, dia juga mengusulkan agar pasar modern ditekankan untuk membulatkan harga sehingga tidak ada banderol harga dengan nilai pecahan.

"Sebaiknya BI mengeluarkan regulasi harga bulat dengan recehan minimal Rp 500 atau mereka diwajibkan untuk menggunakan pembayaran secara elektronik," ujarnya.

Kepala Divisi Sistem Pembayaran Bank Indonesia wilayah Sumatera Utara Darmadi Sudibyo mengatakan,  pengadaan recehan rupiah merupakan salah satu bentuk kewajiban BI kepada masyarakat.

"Banderol harga produksi, mereka yang menentukan. Kita tentu harus melihat kebutuhan dari dua sisi. Dari sisi industri, artinya merchant pedagang itu seperti apa, dan juga harus menjembatani kita, dia perlu kembalian, dan seterusnya," kata Darmadi.

Pecahan bernominal kecil untuk menjawab transaksi yang memerlukan kembalian uang kecil. "Ini jamak di negara mana pun. Sen-sen-an itu ada. Harapannya, dua-duanya, yang jelas, ini untuk menjawab transaksi yang ada di publik, yang ada di masyarakat," ucapnya.

Dia pun mengecam adanya pedagang atau pelaku usaha yang menolak pembayaran dengan uang recehan. 

"Mestinya mereka harus terima sebagai alat pembayaran yang sah. Di tataran praktik, mereka tidak boleh menolak bahwa sebagai alat pembayaran yang sah, rupiah harus diterima dalam bentuk apa pun," tambah laki-laki berkacamata itu.

"Rupiah harus diterima sebagai alat transaksi, pembayaran yang sah. Rupiah adalah legal. Kembali ke publik dan pelaksanaannya di lapangan, saya kok belum pernah dengar ada kasus atau pelanggaran soal ini," katanya lagi.

Dia mengatakan, BI sudah memberikan sosialisasi dan imbauan soal transaksi menggunakan rupiah.

"Upaya diseminasi itu terus dilakukan, lewat semua media. Juga sudah ada aturannya, setiap undang-undang punya asas publisitas. Semua orang dipandang paham dan mengerti, dan ini adalah legal aspect. Menjadi kewajiban bagi masyarakat untuk menggunakan rupiah selama berada di wilayah Indonesia. Ini tinggal soal pemahaman," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com