Untuk itu Ditjen Pajak mulai mengidentifikasikan potensi bisnis yang sedang marak ini untuk dikenakan Pajak Penghasilan (PPh).
Direktur Jenderal Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan, untuk mengidentifikasikan potensi pajak dari bisnis e-money.
Selain itu pihaknya akan berbicara dengan pihak otoritas terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai alur transaksi uang elektronik ini secara detail sehingga diketahui potensi pajaknya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Mekar Satria Utama menambahkan, nantinya ketika ada penghasilan yang berasal dari jasa e-money maka akan dikenakan pajak.
Dengan demikian, perusahaan penyedia jasa uang elektronik yang mendapatkan keuntungan dari transaksi jual beli, keuntungan setelah dikurangi biaya-biaya, akan kena pajak penghasilan.
Rencana baru ini boleh jadi masih tergantung pemetaan bisnis e-money dengan OJK.
Sebab selama ini, konsumen yang membayar melalui uang elektronik telah dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN) jika bertransaksi membeli suatu barang atau jasa yang kena pajak.
Ditjen Pajak berharap bisnis yang sedang giat-giatnya dikampanyekan oleh lembaga-lembaga keuangan ini bisa menambah pundi-pundi pendapatan negara.
Nantinya, pengaturan pengenaan pajak dalam transaksi uang elektronik akan dimasukkan dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang PPh.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanDapatkan informasi dan insight pilihan redaksi Kompas.com
Daftarkan EmailPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.