Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Modal Sampah, Bisa Bayar Listrik sampai Produksi Biogas

Kompas.com - 08/12/2015, 22:08 WIB
Sri Noviyanti

Penulis

Nasabah yang mengantarkan sampahnya akan mendapatkan sejumlah uang. Administrasi berjalan laiknya bank. “Mereka (nasabah) mendapat buku tabungan dan kartu anjungan tunai mandiri (ATM) yang akan diisi tiap kali datang memberikan sampah,” tutur Sugeng.

Jumlah uang yang diterima tergantung jenis sampah yang dibawa. Uang itu langsung masuk ke rekening para nasabah. Untuk bekas kemasan minuman plastik, misalnya, bank milik Sugeng memberikan harga Rp 3.000 per kilogram. Biasanya, pemasukan ini dibiarkan menjadi tabungan oleh warga dan baru diambil saat mereka ada kebutuhan dadakan.

Kini, perkembangannya signifikan. Sugeng pun tak lalai menggalang dukungan dari berbagai pihak.  “Dukungan pemerintah daerah adalah dengan mengukuhkan bank sampah dalam Surat Keterangan Pengurus, pembinaan dan monitoring rutin dari kelurahan setempat,” kata Sugeng.

Bank kelolaan Sugeng juga mendapat hibah berupa gerobak motor yang dapat digunakan untuk menjemput sampah ke rumah-rumah warga. “Saat ini kami bisa mengumpulkan sampah hingga lima ton per hari,” ujar Sugeng kembali.

Tak hanya itu, gerakan yang dilakukan Sugeng juga didukung salah satu bank milik pemerintah. Inilah alasan mengapa menjadi nasabah di BSKPL bisa mendapatkan ATM.

Sebagai pengembangan bisnis, bank sampah tersebut juga telah bermitra dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). “Melalui ATM (bank sampah), nasabah bisa menggunakannya sebagai alat bayar listrik, air, telepon, atau ditabung saja,” papar Sugeng.

Kini, bank sampah milik Sugeng tak lagi menempati pos RT. BSKPL telah memiliki satu kantor pusat dan dua unit tempat pengumpulan sampah. Ya, capaian itu didapat dalam waktu dua tahun.

Dari metana sampai wisata

Berurusan dengan sampah tak hanya menjadi pilihan Sugeng. Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Malang, Romdhoni juga menjalani hari-hari bersama sampah.

Kecintaan pria lulusan Teknik Sipil ini terhadap isu-isu lingkungan menjadikan dia ingin berbuat lebih dari sekadar bertanggung jawab sesuai jabatannya. Romdhoni peduli terhadap pembangunan berbasis keindahan dan keberlanjutan lingkungan. 

Ia risih melihat masyarakat Kabupaten Malang masih membuang sampah di sungai tanpa rasa malu. “Faktornya itu datiag dari kurangnya kesadaran dan infrastruktur persampahan yang memadai,” ungkap Romdhoni.

Maka, prinsip bahwa setiap orang harus bertanggung jawab akan sampahnya sendiri menggerakkan Romdhoni mulai membangun Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Reduce, Reuse, Recycle (TPST 3R) skala desa.

“(TPST 3R) Ini disiapkan untuk tempat pemilahan sampah organik dan anorganik secara teliti untuk kemudian diolah atau dijual sehingga memiliki nilai ekonomi,” kata Romdhoni.  Tak seperti bank sampah milik Sugeng, Romdhoni mengajak serta masyarakat untuk ikut terjun langsung mengelola sampahnya.

“Pengelolaan dilakukan oleh masyarakat setempat yang dibayar dari hasil iuran warga. Dari hasil pengelolaan, sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) hanya 15 persen dari total sampah mausk ke TPST,” ujar dia.

Salah satu karya Romdhoni yang berhasil dan paling dikenal adalah TPST 3R Mulyoagung Bersatu di Desa Mulyoagung. TPST 3R ini sepenuhnya dikelola secara swadaya oleh masyarakat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com