Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/02/2016, 05:28 WIB
                              Oleh Prof. Rhenald Kasali
                                             @Rhenald_Kasali

KOMPAS.com - "Welcome to the Age of Urbanization". Kalimat itu kini banyak kita temui dalam berbagai pemberitaan dan kajian-kajian ekonomi terbaru.

"By 2025, nearly 2,5 billion people will live in cities in Asia," tulis Dobbs, Manyika dan Woetzel (2015). Ketiga penulis tersebut adalah peneliti senior McKinsey.

Sekarang saja kemacetan di berbagai kota Asia sudah amat kita rasakan. Ya di sini, di Jakarta, ya di Manila. Peluang inilah yang diintip para penguasa dan pengusaha.

Siap-siaplah menyambut kegaduhan, antara yang berpikir cara baru dan cara lama. Antara yang melihatnya sebagai musibah dengan yang melihat opportunity.

Jangan lupa, populasi urban Indonesia yang tahun 2005 baru 43 persen (dengan size of economy 0,7 triliun dollar AS) kini telah mencapai 50 persen (1 triliun dollar AS), dan diproyeksikan akan menjadi 68 persen (2 triliun dollar AS) pada tahun 2025.

Kalau bukan kita, sudah pasti pasar ini akan direbut asing. Lihat saja, betapa SPBU Pertamina dikepung asing di kota-kota besar dan Indihome (Telkom) terengah-engah menghadapi Balon Google dan IOT asing.

Urbanisasi, kata tokoh reformasi ekonomi Tiongkok, Lie Keqiang adalah, "Bukanlah semata-mata penambahan penduduk urban. Ia adalah sebuah perubahan besar ke cara hidup kota, baik dalam partisipasi politik, struktur ekonomi, lapangan kerja, lingkungan hidup, rekreasi, menikmati fasilitas publik, kesejahteraan dan jaminan sosial."

Sebagian politisi percaya, bahwa urbanisasi dapat mematikan ekonomi perdesaan. Juga, banyak walikota dan gubernur yang tidak welcome terhadap buruh migran.

Anda mungkin masih ingat, razia KTP, operasi Justisia dan sejenisnya yang dulu ramai dilakukan aparat dinas kependudukan untuk mencegah kedatangan penduduk desa ke ibukota.

Berpikir Terbalik

Di dunia ini, kita memang tengah disuguhi cara-cara baru yang memutar balik cara berpikir kita. Sekolah-sekolah yang mengajarkan teori-teori dahulu di bagian depan perkuliahan, baru praktik pun sudah dibalik.

Dulu kita biasa mengenal birokrasi yang "Kalau bisa diperlambat mengapa harus dipercepat." Kini para walikota berebut prestasi adu cepat melayani.

Baiklah, saya ajak Anda kembali melihat bagaimana Tiongkok memutarbalikkan pikiran kita dalam menghadapi urbanisasi.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Kejagung Geledah Kantor Kemendag Terkait Kasus Impor Gula

Kejagung Geledah Kantor Kemendag Terkait Kasus Impor Gula

Whats New
Upaya Lindungi 500 Perempuan di  NTT dengan Literasi dan Inklusi Pasar Modal

Upaya Lindungi 500 Perempuan di NTT dengan Literasi dan Inklusi Pasar Modal

Whats New
Kemendag Bakal Sanksi TikTok Jika Masih Tak Ikuti Aturan Pemerintah

Kemendag Bakal Sanksi TikTok Jika Masih Tak Ikuti Aturan Pemerintah

Whats New
DPR Setujui RUU IKN, Menteri PPN: Ini Pertama Kali RI Punya UU Khusus tentang Ibu Kota Negara

DPR Setujui RUU IKN, Menteri PPN: Ini Pertama Kali RI Punya UU Khusus tentang Ibu Kota Negara

Whats New
Borong 3.000 Ton Karbon, Bank Mandiri Jadi Pionir Perdagangan Bursa Karbon

Borong 3.000 Ton Karbon, Bank Mandiri Jadi Pionir Perdagangan Bursa Karbon

Whats New
Menjawab Masalah Rutin El Nino: Desalinasi Air Laut hingga Modernisasi Bulog

Menjawab Masalah Rutin El Nino: Desalinasi Air Laut hingga Modernisasi Bulog

Whats New
Lelang Pakaian Impor Ilegal, Ditjen Bea Cukai Sebut Sudah Sesuai Ketentuan

Lelang Pakaian Impor Ilegal, Ditjen Bea Cukai Sebut Sudah Sesuai Ketentuan

Whats New
Dorong Inklusi Keuangan di RI, IFC Suntik Dana ke GoTo Rp 2,3 Triliun

Dorong Inklusi Keuangan di RI, IFC Suntik Dana ke GoTo Rp 2,3 Triliun

Whats New
3 Hal yang Diperhatikan HRD dari Surat Lamaran Kerja, Apa Saja?

3 Hal yang Diperhatikan HRD dari Surat Lamaran Kerja, Apa Saja?

Work Smart
Harga Beras Sudah Naik sejak di Penggilingan

Harga Beras Sudah Naik sejak di Penggilingan

Whats New
Pakar Hukum: RPP Pengaturan Produk Tembakau Harus Pertimbangkan Semua Aspek

Pakar Hukum: RPP Pengaturan Produk Tembakau Harus Pertimbangkan Semua Aspek

Whats New
BPKP Ungkap 2 Dana Pensiun BUMN Terindikasi Korupsi

BPKP Ungkap 2 Dana Pensiun BUMN Terindikasi Korupsi

Whats New
Pemerintah Susun Daftar Barang yang Boleh Diimpor 'E-commerce'

Pemerintah Susun Daftar Barang yang Boleh Diimpor "E-commerce"

Whats New
DPR Minta Revisi UU ITE Tak Membebani Konsumen dan Mengganggu Inovasi

DPR Minta Revisi UU ITE Tak Membebani Konsumen dan Mengganggu Inovasi

Whats New
Dukung Perdagangan Karbon Indonesia, Bank Mandiri Beli 3.000 Ton Karbon

Dukung Perdagangan Karbon Indonesia, Bank Mandiri Beli 3.000 Ton Karbon

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com