Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saat Susi Diburu Pewarta Asing

Kompas.com - 18/04/2016, 14:16 WIB
Muhammad Fajar Marta

Penulis

LONDON, KOMPAS.com — Susi Pudjiastuti ternyata tidak hanya populer di Indonesia.

Menteri Kelautan dan Perikanan itu juga cukup populer di mancanegara.

Buktinya, sejumlah media asing berlomba ingin mewawancarai pemilik perusahaan penerbangan Susi Air itu.

Di sela kunjungan kerjanya di London, Inggris, Minggu (17/4/2016), Susi pun menerima permintaan wawancara khusus dari sejumlah media asing, salah satunya dari Financial Times (FT), koran terkemuka yang berpusat di Inggris.

Seperti halnya media di Indonesia, pewarta asing juga banyak menggali terobosan dan kebijakan Susi dalam memerangi penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreportedand unregulated/IUU fishing).

Mereka juga mendalami bagaimana Susi bisa secara tegas menegakkan hukum di laut dan meledakkan kapal-kapal pencuri ikan, sesuatu yang sebelumnya jarang terjadi di Indonesia.

Hal-hal kontroversial mengenai Susi juga tak luput ditanyakan, misalnya perbedaan pendapat dirinya dengan Wapres Jusuf Kalla terkait moratorium kapal eks asing dan dengan Gubernur DKI Jakarta Tjahaja Basuki Purnama atau Ahok soal reklamasi Teluk Jakarta.

Media asing yang mewawancarai Susi tampaknya tahu betul sepak terjang Susi di Indonesia sehingga bisa mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang detail.

Susi, seperti biasa, menjawab dengan gayanya yang blakblakan. Tidak ada off the record.

Berdampak ke negara lain
Media asing memang memiliki banyak kepentingan untuk bisa mendapatkan informasi langsung dari Susi.

Sebab, kebijakan Susi dalam mengatur penangkapan ikan tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga negara-negara lain.

Sebelum Susi menjadi Menteri Kelautan dan Perikanan pada akhir 2014, laut Indonesia ibarat tak bertuan karena penegakan hukum sangat lemah.

Pencurian ikan sudah dianggap biasa di Indonesia. Terlebih lagi, banyak aparat yang juga terlibat dalam bisnis menggiurkan ini.

Kapal dan nelayan asing berpesta pora selama bertahun-tahun mengeruk kekayaan laut Indonesia.

Industri pengolahan ikan di China, Taiwan, Thailand, dan Filipina tumbuh pesat dengan mengandalkan ikan curian dari Indonesia.

Nah, begitu Menteri Susi gencar memerangi illegal fishing saat ini, industri perikanan negara-negara itu pun mulai terganggu.

Sebab, mereka tak bisa lagi seenaknya mengambil ikan di perairan Indonesia atau mengumpulkan ikan di tengah laut.

Dampaknya, pasokan ikan ke negara-negara itu pun menurun drastis.

Mereka lantas bertanya-tanya dan penasaran, apakah kondisi yang menyulitkan mereka ini hanya bersifat sementara atau bagaimana.

Tentu saja mereka berharap agar kondisinya seperti dulu lagi, saat mereka bebas mencuri ikan dari Indonesia.

Terhadap rasa penasaran pengusaha ikan asing itu, Susi mengatakan, "Jangan pernah berharap kapal asing yang kami tangkap bisa kembali ke mereka. Jangan berharap mereka bisa menangkap ikan lagi di Indonesia. Ikan-ikan di Indonesia hanya untuk nelayan Indonesia."

Karena ketegasan dan keteguhannya itu, sejumlah pengusaha ikan asing pun menjuluki Susi sebagai perempuan yang lebih keras dari besi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Whats New
Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Gandeng Binawan, RSUP dr Kariadi Tingkatkan Keterampilan Kerja Tenaga Kesehatan

Whats New
Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Stok Beras Pemerintah Capai 1,85 Juta Ton

Whats New
Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Luncurkan Starlink di Indonesia, Elon Musk Sebut Ada Kemungkinan Investasi Lainnya

Whats New
Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Lahan Kering di RI Besar, Berpotensi Jadi Hutan Tanaman Energi Penghasil Biomassa

Whats New
Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Riset IOH dan Twimbit Soroti Potensi Pertumbuhan Ekonomi RI Lewat Teknologi AI

Whats New
Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Cara Cek Penerima Bansos 2024 di DTKS Kemensos

Whats New
IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

IHSG Melemah 50,5 Poin, Rupiah Turun ke Level Rp 15.978

Whats New
Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Dari Hulu ke Hilir, Begini Upaya HM Sampoerna Kembangkan SDM di Indonesia

Whats New
Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Disebut Jadi Penyebab Kontainer Tertahan di Pelabuhan, Ini Penjelasan Kemenperin

Whats New
Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Perbankan Antisipasi Kenaikan Kredit Macet Imbas Pencabutan Relaksasi Restrukturisasi Covid-19

Whats New
KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

KKP Tangkap Kapal Ikan Berbendera Rusia di Laut Arafura

Whats New
Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Defisit APBN Pertama Pemerintahan Prabowo-Gibran Dipatok 2,45 Persen-2,58 Persen

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com