Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Dradjad H Wibowo
Ekonom

Ekonom, Lektor Kepala Perbanas Institute, Ketua Pembina Sustainable Development Indonesia (SDI), Ketua Pendiri IFCC, dan Ketua Dewan Pakar PAN.

Brexit dan Dampaknya Bagi Indonesia

Kompas.com - 25/06/2016, 17:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorTri Wahono

Tapi mereka juga tidak mau salah lagi seperti dalam Brexit. Apalagi, ekonomi Perancis dan Italia adalah kedua dan ketiga terbesar di daratan Eropa (tidak memasukkan Inggris).

Secara singkat, terlalu banyak "the unknowns" akibat Brexit. Ini membuat volatilitas, ketidakpastian dan risiko global naik drastis.

Biasanya, jika sudah demikian, dana akan lari ke aset-aset yang dianggap aman (flight to safety). Mungkin lari ke emas. Mungkin lari ke properti dan pasar keuangan AS, sampai jelas siapa yang terpilih sebagai Presiden AS.

Dan biasanya, dalam kondisi seperti ini Indonesia menjadi korban. Karena, kita hanya pemain sangat kecil di pasar keuangan global. Perekonomian Indonesia memang terbesar ke-16 di dunia. Tapi di sektor keuangan, kita liliput.

Karena flight to safety di atas, harga utang pemerintah dan swasta makin mahal. Ekspor makin terpukul karena pasar Eropa terguncang, sementara China belum pulih.

Penerimaan pajak makin berat naiknya karena kinerja perusahaan melemah. Perbankan lebih sulit dalam menggalang dana dari luar negeri.

Memang saat ini masih terlalu awal untuk menganalisis dampak sepenuhnya dari Brexit dan efek dominonya. Namun, sebaiknya pejabat ekonomi pemerintah dan BI tidak bersikap "sok pede" dengan bahasa klasik: "fundamental kuat". Lalu ditambahi, ekspor ke Inggris kecil. Memangnya hanya ekspor dan hanya ke Inggris yang kena?

Kita semua sama-sama berada dalam "ketidaktahuan" yang saya sebut di atas. Di sisi lain, pejabat ekonomi sudah terlalu sering keliru, terlalu optimistis membaca situasi.

Kinerja ekonomi kita jauh di bawah ekspektasi. Saya tidak tahu kenapa kok angka pengangguran dan kemiskinan tidak melejit tinggi.

Karena itu saran saya kepada pemerintah: kencangkan ikat pinggang melalui displin anggaran, dan bantu dunia usaha semaksimal mungkin untuk menjaga kinerja mereka.

Pemerintah dan dunia usaha harus bersatu menghadapi volatilitas, ketidakpastian dan risiko global yang melonjak. Tidak perlu panik, karena saya rasa pasar dunia nantinya "bisa menerima realitas". Tapi juga jangan anggap remeh, supaya tidak keliru lagi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com