Satu minggu belakangan ini, linimasa media sosial saya dipenuhi dengan posting-an tentang Pokemon Go. Sebuah aplikasi gim (game) atau permainan yang dikembangkan oleh Niantic yang secara resmi baru dirilis di tiga negara: Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru.
Namun di luar negara tersebut, termasuk Indonesia, Pokemon Go telah diunduh melalui situs-situ tidak resmi.
Selasa (12/7/2016) akun Twitter Museum Nasional Indonesia mengajak para gamer Pokemon Go untuk datang dan berburu Pokemon. Ajakan tersebut disertai screenshot yang menunjukkan banyak Pokestop, tempat menangkap Pokemon, yang ada di berbagai pelosok museum tersebut.
Kamis (14/7/2016) situs resmi Ace Hardware Indonesia juga mengajak para gamer untuk menangkap Pokemon di toko mereka, mem-posting di media sosial dengan tagar tertentu dan mendapat reward voucher belanja.
Dalam dunia promosi, sebenarnya memanfaatkan gim sebagai media promosi bukanlah hal yang baru. Walaupun secara jumlah angkanya kalah dari media konvensional, namun angka ini naik dari tahun ke tahun.
Gim mempunyai pasar yang loyal dengan segmentasi yang sangat jelas. Hal itulah yang dimanfaatkan oleh para pemilik merek dan menjadikan gim sebagai salah satu dari media promosi.
Bahagiakan konsumen dulu, menjual kemudian
Semakin hari, penggunaan media konvensional sebagai media promosi sebuah merek semakin menurun. Terjadi resistensi dari khalayak, sehingga iklan selalu dihindari.
Mereka beranggapan bahwa iklan mengganggu aktivitas mereka dan membuat waktu mereka terbuang percuma. Belum lagi jika bentuk komunikasinya hard-sell dan membosankan.
Menurut Shimp (2014:458) sebuah gim rata-rata dimainkan selama 40 jam sebelum orang akhirnya bosan. Beda dengan film, orang dapat memainkan sebuah gim lebih dari satu kali tanpa harus merasa bosan. Film secara rata-rata hanya ditonton maksimal tiga kali sebelum akhirnya seseorang bosan.
Karakteristik dari media gim adalah interaktivitasnya. Pemainlah yang mengendalikan jalannya permainan, membuat pemain menjadi penasaran. Pemain yang penasaran akan terus bermain dan bermain. Nah di situlah kemudian merek masuk tanpa harus dianggap sebagai sesuatu yang mengganggu permainan tersebut.
Bentuk promosi melalui media gim, walaupun muncul dengan banyak logo yang tampil, tidak dianggap sebagai teknik hard-sell karena tidak ‘memaksa’ khalayak untuk paham. Justru hal tersebutlah yang lebih diingat oleh khalayak.
Dapat dikatakan bahwa melalui gim, merek berkomunikasi bukan untuk menjual produknya namun untuk membahagiakan konsumennya.
Banyak cara menuju konsumen
Saya pertama kali menyadari tentang penggunaan gim sebagai media promosi lewat sebuah game Playstation yang berjudul Pepsi Man di akhir tahun 90-an. Menyusul kemudian King Games, sebuah gim yang dikeluarkan oleh Burger King bekerja sama dengan Xbox.
Selain itu, masih banyak lagi merek-merek yang menggunakan gim sebagai media promosi mereka. Secara umum, ada tiga model penggunaan gim sebagai media promosi. Model tersebut adalah:
1. In-game advertisement
Dalam model ini, biasanya sebuah merek akan menempatkan logonya pada saat-saat tertentu dalam sebuah gim. Model ini dibuat ‘natural’ seperti dalam kehidupan nyata dan beberapa merek dapat ditampilkan bersamaan dalam sebuah gim (tidak eksklusif).
Model ini dapat ditemukan pada game olahraga seperti FIFA, Winning Eleven ataupun Pro Evolution Soccer (PES). Mirip dengan kehidupan nyata, penempatan logo-logo merek pada model ini tidak mencolok dan berlangsung sesuai jalannya permainan.
2. Product placement
Model ini memungkinkan sebuah merek memunculkan produk secara utuh dalam sebuah gim dan sangat mungkin menjadi karakter utama dalam gim tersebut. Dalam model ini didapatkan visual produk yang sama persis dengan kehidupan nyata.
Model ini dapat ditemukan pada game seperti Grand Turismo dan Need for Speed. Mobil-mobil yang digunakan dalam gim tersebut secara utuh sama persis dengan mobil sesungguhnya.
3. Advergame
Merupakan sebuah gim yang khusus dibuat guna memasarkan atau memberikan informasi tentang sebuah produk. Merek dalam gim ini eksklusif dan pemain akan sering melihat logo merek sepanjang permainan.
Mekanisme permainan banyak menjelaskan tentang produk dan membuat pemain menjadi selalu ingat akan merek yang bersangkutan. Pepsi Man, King Games, dan juga Lego The Game masuk dalam model ini.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa banyak cara membujuk konsumen melalui media gim. Saya tak bermaksud menggantikan media konvensional dengan media gim, namun untuk melengkapinya. Justru hal ini menjadi peluang karena media gim belum banyak dieksplorasi oleh merek-merek yang ada di Indonesia.
Yang perlu diperhatikan bahwa media gim tidak seperti media konvensional. Media ini tidak hanya milik orang-orang komunikasi melainkan menjadi lintas disiplin ilmu dengan orang-orang dari ICT dan Interactive Design.
Jadi sudah selayaknya tiga bidang ini duduk dan bekerja sama untuk keperluan sebuah merek. Karena kolaborasi justru akan menjadi peluang yang sangat menjanjikan dalam dunia promosi dan komunikasi pemasaran.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.