Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perang Tarif Akan Kikis Margin Pelaku Bisnis Telekomunikasi

Kompas.com - 07/10/2016, 05:40 WIB
Aprillia Ika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah analis pasar modal memprediksi upaya operator seluler menurunkan tarif pembicaraan serendah-rendahnya di luar Jawa akan membuat margin keuntungan operator semakin tipis. Upaya ini, merupakan strategi untuk akuisisi pelanggan baru.

Leonardo Henry Gavaza, analis saham PT Bahana Securities, mengatakan saat ini terjadi perang tarif layanan pembicaraan antaroperator di luar Jawa. Pada pertengahan tahun lalu, PT Indosat Tbk atau Indosat Ooredoo menurunkan tarif pembicaraan antaroperator Rp 1 per detik.

Kini, PT XL Axiata Tbk atau XL mengeluarkan program Rp 59 permenit untuk menelepon semua operator.

"Meski perang tarif ini hanya berlaku di wilayah luar Jawa, jor-joran tarif antar operator ini dipastikan akan membuat margin operator yang sudah cekak akan semakin menipis," kata dia dalam keterangannya.

Program perang tarif yang dilakukan oleh Indosat dan XL tersebut dinilai mirip dengan pola perang tarif layanan telekomunikasi yang pernah dilakukan operator pada 2007 dan 2008 yang lalu.

Bedanya, pada saat itu adu murah hanya di level layanan onnet (dalam satu operator). Namun kini, adu murah layanan sudah menjalar ke layanan offnet (beda operator).

Menurut Leonardo, perang tarif tersebut disebabkan kebijakan Menteri Komunikasi dan Informatika untuk melakukan revisi PP 52 dan 53 Tahun 2000. 

Seperti diketahui, revisi dua PP tersebut adalah untuk menurunkan biaya interkoneksi dan penyelenggaraan aturan berbagi jaringan telekomunikasi.

Konsumen Juga Rugi

Chief Economist Danareksa Research Institute, Kahlil Rowter menilai, adu murah tarif telekomunikasi yang dilakukan Indosat dan XL merupakan strategi untuk mendapatkan pelanggan baru di suatu wilayah.

Menurut dia, ada dua dampak negatif dari perang tarif yakni dampak ke operator seluler dan dampak ke konsumen.

Dia menjelaskan, tarif murah ini sekilas akan menguntungkan konsumen. Namun jika perang tarif terus dilakukan dalam jangka waktu yang lama dan masiv, Kahlil memastikan akan ada operator yang mengalami kerugian.

Bahkan tidak menutup kemungkinan akan ada operator telekomunikasi yang ‘gulung tikar’ akibat tak mampu bertahan di perang tarif ini.

Bagaimana dari sisi konsumen? Untuk jangka panjang, Kahlil pesimistis, konsumen akan diuntungkan dengan adanya perang tarif ini.

Dia mengestimasi, operator yang melakukan perang harga akan kembali menaikkan harga untuk menutup kerugian mereka selama ini ketika menjalankan perang harga tersebut.

"Sebagai entitas bisnis yang mencari keuntungan, operator telekomunikasi harus menggembalikan dana yang dipergunakan untuk melakukan perang harga tersebut.

Selain itu konsumen juga berpotensi mendapatkan harga yang jauh lebih mahal, sebab konsumen juga bisa berpotensi mendapatkan layanan komunikasi yang kurang handal.

Biasanya, operator yang menjalankan perang harga dinilai kerap mengabaikan kualitas layanan telekomunikasinya. Seperti sering terjadinya drop call atau terbatasnya coverage di satu wilayah.

Kahlil berpendapat, saat ini yang dibutuhkan konsumen adalah harga telekomunikasi yang terjangkau dan stabil. Bukan harga yang murah-murahan yang nantinya justru akan mengorbankan kepentingan konsumen.

“Jadi perang harga tidak otomatis menguntungkan konsumen. Perang tarif justru berpotensi memperdaya konsumen,” ujar Kahlil.

Kompas TV Biaya Interkoneksi Telekomunikasi Turun 26%
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com