Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Banyak Potensi yang Tak Terhitung di Ekonomi Kreatif

Kompas.com - 15/11/2016, 13:50 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia terbilang stagnan. Salah satu indikator yang dilaporkan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), yakni ihwal kontribusi ekonomi kreatif terhadap pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB).

Terbilang sejak 2013 hingga 2015, kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB tak beranjak dari angka 7 persen, bahkan malah turun tipis.

Menurut Deputi II Bidang Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo salah satu persoalan perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia yaitu potensi yang belum dipahami oleh seluruh pemangku kepentingan terkait.

Padahal, Presiden telah menetapkan ekonomi kreatif ini sebagai prioritas yang dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan, sebagai tulang punggung perekonomian di masa mendatang.

Atas dasar itu, Fadjar menyampaikan seharusnya seluruh pemangku kepentingan membangun ekosistem yang dapat menunjukkan potensi dari sektor ekonomi kreatif ini.

Fadjar mencontohkan subsektor film dan video. Dari subsektor film ini, ada dampak domino di luar industri film itu sendiri antara lain, fashion, desain, dan dampak terhadap daerah misalnya pariwisata lokasi syuting.

"Contohnya Laskar Pelangi, 5 cm, AADC2. Selama ini, mungkin itu enggak kehitung. Yang dihitung cuma berapa jumlah penontonnya," kata Fadjar ditemui di sela-sela simpsium 'Membangun Komitmen Perbankan bagi Ekonomi Kreatif', di Jakarta, Selasa (15/11/2016).

"Tetapi coba Anda tanyakan, berapa yang sudah didapat Bangka-Belitung sejak Laskar Pelangi booming. Ini kan tidak kehitung," ucap Fadjar.

Demikian juga dengan film AADC2 yang banyak mengeksplorasi objek-objek menarik di Yogyakarta. Bahkan, kata Fadjar, pelaku ekonomi kreatif banyak yang menangkap dampak dari film AADC2 ini sebagai komoditas jualan, seperti paket wisata lokasi shooting AADC2.

"Andaikan ini dihitung, saya yakin yang namanya Pemda itu akan berbondong-bondong memberikan insentif bagi pelaku film. Ayo donk shooting di tempat saya," ucap Fadjar.

Dalam kesempatan sama, Sigit Pramono, mantan Ketua Perhimpunan Bank-bank Nasional (Perbanas) mengaku tahu persis apa yang menjadi kekhawatiran lembaga keuangan termasuk perbankan dalam mendukung perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia.

"Di sana itu, kalau tidak paham sama sektor itu, jangan sekali-kali membiayai," kata Sigit.

Perbankan pun memiliki kriteria yang sangat ketat dalam menyalurkan kredot, seperti keajegan debitur membayar cicilan, laporan keuangan, serta prospek usaha. Namun demikian, Sigit sepakat bahwa sektor ekonomi kreatif ini harus didukung, sehingga dibutuhkan jalan keluar untuk akses permodalannya.

"BI dan OJK harus memberikan ketentuan atau kebijakan khusus untuk sektor-sektor yang mendapat prioritas dari pemerintah untuk menjadi sektor ekonomi unggulan," ucap Sigit.

"Sehingga ke depan, bangsa ini tidak selalu mengandalkan sektor ekonomi ekstraktif yaitu menggali-gali tambang, merambah hutan, merusak alam," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

IHSG Ditutup Merosot 1,61 Persen, Rupiah Perkasa

Whats New
Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Emiten TPIA Milik Prajogo Pangestu Rugi Rp 539 Miliar pada Kuartal I 2024, Ini Sebabnya

Whats New
BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

BI Beberkan 3 Faktor Keberhasilan Indonesia Mengelola Sukuk

Whats New
Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Pertemuan Tingkat Menteri OECD Dimulai, Menko Airlangga Bertemu Sekjen Cormann

Whats New
Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Induk Usaha Blibli Cetak Pendapatan Bersih Rp 3,9 Triliun pada Kuartal I 2024

Whats New
Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Kembali ke Aturan Semula, Barang Bawaan dari Luar Negeri Tak Lagi Dibatasi

Whats New
Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Cek Tagihan Listrik secara Online, Ini Caranya

Work Smart
Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Harga Beras Alami Deflasi Setelah 8 Bulan Berturut-turut Inflasi

Whats New
17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

17 Bandara Internasional yang Dicabut Statusnya Hanya Layani 169 Kunjungan Turis Asing Setahun

Whats New
Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Berikan Pelatihan Keuangan untuk UMKM Lokal, PT GNI Bantu Perkuat Ekonomi di Morowali Utara

Rilis
Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya 'Serok'?

Harga Saham Bank Mandiri Terkoreksi, Waktunya "Serok"?

Earn Smart
Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Tutuka Ariadji Lepas Jabatan Dirjen Migas, Siapa Penggantinya?

Whats New
Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Panen Jagung bersama Mentan di Sumbawa, Jokowi Tekankan Pentingnya Keseimbangan Harga

Whats New
Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Suku Bunga Acuan BI Naik, Peritel Khawatir Bunga Pinjaman Bank Naik

Whats New
Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Laba Bank-bank Kuartal I 2024 Tumbuh Mini, Ekonom Beberkan Penyebabnya

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com