Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Celengan Ayam Jago Kesayangan Nanda...

Kompas.com - 14/12/2016, 17:37 WIB
Josephus Primus

Penulis


KOMPAS.com
 -
Celengan tembikar berbentuk ayam jantan itu memang sedap dipandang mata. Warnanya merah menyala dengan sapuan tebal warna kuning di bagian sayap. Lihatlah, mata ayam jantan itu seperti memandang tajam kepada semua orang.

Dengan berat sekitar satu kilogram dan bentangan lebarnya setengah meter, celengan itu terkesan gampang dibawa ke mana-mana. Pemiliknya, Nanda Adi Satria, amat senang dengan celengan itu.

Diletakkan di meja belajar kamar tidurnya, Nanda, bocah kelas empat sekolah dasar (SD) itu gemar mengelus-elus celengan kesayangannya itu. "Ini hadiah dari Mbah Kakung di Madiun," tuturnya kalau ditanya asal muasal celengan itu ada di kamarnya.

Nanda beserta seorang adik lelaki serta ayah dan ibunya tinggal di bilangan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Kata Febrian Sunarko, sang ayah, ihwal celengan itu, masuk akal bahwa Nanda terkagum-kagum.

"Anak Jakarta sih, kalau lihat mainan dari kampung malah gumun (kagum)," gurau Febrian, karyawan sebuah perusahaan swasta di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Melanjutkan ceritanya, Febrian mengaku selalu menghargai uang recehan logam. Sejak pertama kali merantau ke Jakarta 20 tahun silam, Febrian bekerja keras untuk mendapatkan pencapaian kerja sampai sekarang ini.

"Saya hidup ngirit, ke mana-mana naik angkot," kenang penyuka minuman kopi hitam itu.

Dok. HaloMoney.co.id Ilustrasi menabung

Lantaran sehari-hari memanfaatkan transportasi umum itulah, Febrian mengaku makin sering menghargai uang. Pengalaman ditegur sopir angkot lantaran ongkos perjalanan yang dibayarkannya kurang adalah titik awal Febrian "jatuh cinta" pada uang receh.

"Yang namanya enggak punya duit itu terasa banget. Duit sepuluh ribuan aja saya sayang-sayang," ujarnya mengenang perjalanan hidupnya.

Kebiasaan menghargai uang itulah yang ditularkan Febrian kepada Nanda dan Alam, anak keduanya. Hampir setiap hari, Febrian mengajak Nanda, khususnya, memasukkan uang receh ke dalam celengan ayam jago itu.

"Ayam jago ini harus dikasih 'makan' ya Nanda. Nanti kalau enggak dikasih makan, badannya enggak gendut-gendut," kata Febrian berulang kali kepada Nanda.

Febrian pun mengajari anak-anaknya menghargai setiap keping uang yang mereka miliki, termasuk uang apa saja yang bisa dimasukkan ke celengan.

"Jangan lupa, duit logam kembalian jajan kamu dimasukkan ke celengan. Jangan ada uang logam yang tercecer," kata Febrian lagi.

Febrian sendiri memang selalu menempatkan celengan miliknya yang berbentuk kodok besar di rumah. Baginya, celengan itu mesti bisa dilihat oleh Nanda dan Alam.

Febrian juga masih setia memberi makan Sang Kodok. "Kan saya masih sering dapat kembalian uang receh," katanya semringah.

Membangun kebiasaan

Febrian adalah sekelumit kisah sederhana orangtua yang mengajarkan banyak hal lewat cara sederhana, termasuk soal menghargai dan mengelola uang.

"Toh nanti uang di celengan ayam jago bisa dipakai Nanda kalau dia butuh membeli sesuatu," kata Febrian yang mengaku juga sudah menyiapkan asuransi pendidikan bagi kedua anaknya itu, sebagai salah satu cara dia mengelola dan merencanakan keuangan keluarga.

Dok. AXA Ilustrasi hari tua lebih baik.

Menghargai uang untuk tujuan tertentu sejatinya adalah kelaziman sejak masa lalu, dan tak hanya di Indonesia. Hal yang sama dilakukan juga para orangtua di luar negeri.

Sebuah tulisan pada www.amp.com.au, misalnya, memberi pesan bahwa anak Australia sejak memasuki usia sekolah sudah diajak orangtuanya untuk menyisihkan uang. Di sana, kebiasaan menghargai uang dibangun sejak dini dengan tujuan saat sang anak dewasa punya simpanan untuk membeli rumah.

Belajar dari pengalaman, para orangtua di Negeri Kanguru itu mafhum, harga rumah di negara itu tak kunjung surut. Karena rumah menjadi bagian penting bagi kebanyakan orang, fokus perhatian pengelolaan uang pun diarahkan kepada hal itu.

Di Indonesia, peruntukan manfaat mengelola uang juga bisa seperti halnya di Australia, tetapi dapat pula dipakai untuk tujuan lain. Bagi masyarakat yang mayoritas masih religius, penyisihan uang juga bisa jadi jalan untuk membiayai perjalanan ibadah seperti haji atau ziarah keagamaan.

Namun, pengelolaan uang biasanya juga lekat dengan persiapan biaya pendidikan anak pada masa depan, sebagai cara jangka pendek. Adapun untuk jangka panjang, menyimpan uang melalui instrumen asuransi pendidikan adalah cara yang acap dipilih untuk menyiapkan biaya sekolah itu.

Perencanaan keuangan dari AXA Mandiri dan AXA adalah salah satu yang bisa dicermati. Orangtua dapat mempersiapkan dan rencanakan lebih kesiapan dana pendidikan anak dengan manfaat tunai lebih. Artinya, apabila terjadi risiko terhadap orangtua, kelangsungan pendidikan anak tetap terjamin.

Tak cuma itu, asuransi pendidikan sebagaimana diungkapkan Ketua Umum Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Hendrisman Rahim, merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk membuka mata khalayak banyak di Tanah Air mengalami manfaat berasuransi.

"OJK (Otoritas Jasa Keuangan) memang sudah merencanakan makin banyak orang kita melek asuransi," kata Hendrisman dalam sebuah kesempatan di Jakarta, pada pertengahan bulan ini.


OJK dalam lamannya ojk.go.id, menyatakan, pada 2011 baru ada 11 persen dari sekitar 200 juta penduduk Indonesia yang menikmati manfaat berasuransi.

"Kami sangat mengharapkan setiap tahun angkanya (jumlah penduduk Indonesia yang melek asuransi) naik terus," ujar Hendrisman.

Salah satu langkah yang ditempuh, aku Hendrisman, adalah memperluas edukasi kepada masyarakat banyak soal pemahaman lebih mendalam tentang berasuransi. Edukasi ini dimulai sejak usia dini.

Termasuk hal ini, dalam pandangan Hendrisman, adalah kebiasaan menabung untuk pembiayaan kebutuhan-kebutuhan pada masa mendatang.

Kepedulian ini, kata Hendrisman, juga mendapat respons besar dari Presiden Joko Widodo. Pemerintah mematok target pemahaman pengelolaan keuangan hingga 75 persen pada 2019.

Dok. AXA Ilustrasi manfaat berasuransi. Dana yang telah dikumpulkan dapat diunakan untuk ibadah haji.

"Harus tinggi memang targetnya. Kalau tidak tinggi nanti percuma," ujar Hendrisman.

Nah, bicara membangun kebiasaan sejak dini, orangtua jelas adalah rujukan pertama bagi anak-anaknya. Cara yang dilakukan orangtua, termasuk soal pengelolaan keuangan, tidak bisa tidak bakal menjadi referensi awal bagi anak-anaknya.

Siap jadi teladan anak dalam mengelola keuangan?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com