Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Faisal Basri Nilai Sejumlah Kebijakan Jokowi Hanya Manjakan Orang Kota

Kompas.com - 15/03/2017, 08:00 WIB
Yoga Sukmana

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menilai kebijakan-kebijakan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hanya memanjakan masyarakat perkotaan.

Sejumlah proyek yang diusung pemerintah tutur dia, mencerminkan keberpihakan Jokowi ke masyarakat perkotaan.

Salah satunya yakni proyek kereta ringan atau  Light Rail Transit (LRT) yang nantinya menghubungkan Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek).

"Inilah yang dimanja oleh Jokowi bangun LRT dananya enggak ada 'bodo amat'," ujarnya dalam acara diskusi bertajuk Pembenahan Pertanian, Solusi Masalah Kesenjangan? di Jakarta, Selasa (14/3/2017).

Bukan kali ini saja Faisal Basri menyoroti proyek LRT. Pekan lalu ia memperkirakan proyek yang nilainya mencapai Rp 23 triliun itu akan mangkrak lantaran keterbatasan anggaran pemerintah.

(Baca: Faisal Basri: Proyek LRT Jabodebek Diprediksi Mangkrak)

Bahkan Faisal Basri menyindir slogan pemerintah yakni membangun Indonesia dari pinggiran lantaran proyek LRT Jabotabek disebutnya bukan membangun dari daerah pinggiran. "Tapi membangun dari pinggir jalan tol," kata Faisal Basri.

Seperti diketahui, proyek LRT dibangun di pinggiran jalan tol yakni Tol Jakarta-Cikampek dan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi. Saat ini tiang-tiang proyeknya sudah dibangun oleh PT Adhi Karya (Persero) Tbk.

Selain LRT, proyek pembagunan jalan tol di Jawa juga dinilai sebagai proyek yang hanya pro masyakarat perkotaan.

"Memanjakan orang kota semua. Orang kota mau mudik nih dibuat jalan tol agar mudiknya lancar," kata Faisal Basri.

Sementara itu angkutan laut yang notabene transportasi andalan masyakarat di wilayah Indonesia timur justru tidak dikembangkan dengan serius.

Di sisi lainnya, nasib masyakarat pedesaan yang notabene petani justru sedang susah-susahnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Nilai Tukar Petani (NTP) terus mengalami tren penurunan. Selain itu, upah riil buruh tani juga mengalami tren penurunan.

Hal itu menjadi bukti begitu sengsaranya nasib petani yang merupakan mayoritas dari 40 persen masyakarat terbawah.

(Baca: Faisal Basri: Pemerintah Gagal Dongkrak Nasib 40 Persen Masyarakat Terbawah)

Namun kebijakan di sektor pertanian di bawah Menteri Pertanian (Mentan) Andi Arman Sulaiman dinilai belum mampu mendorong kesejahteraan para petani.

Hak Pertumbuhan Ekonomi

Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menuturkan, setiap penduduk Indonesia berhak menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Ia tidak ingin pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh segelintir orang.

"Tidak bisa pertumbuhan ekonomi eksklusif dan hanya bermanfaat bagi segelintir orang saja," ujarnya saat berbicara di acara Mandiri Invesment Forum, Jakarta, Rabu (8/2/2017).

(Baca: Sri Mulyani Tak Ingin Pertumbuhan Ekonomi Dinikmati Segelintir Orang)

Sepanjang 2016, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,02 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada 2015 yang hanya sebesar 4,88 persen.

Meski begitu, Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia berdasarkan gini ratio mencapai 0,394 pada September 2016, atau hanya turun 0,008 poin dari data September 2015.

Menurut Sri Mulyani, pengentasan kemiskinan tetap akan menjadi fokus pemerintah pada tahun ini. Hal itu dinilai penting agar kesatuan sosial tetap terjaga dan pertumbuhan jangka menengah panjang berkualitas.

"Ini bukan soal kedermawanan tetapi agar pertumbuhan ekonomi bisa dilanjutkan dan dinikmati semua penduduk," kata Sri Mulyani yang kerap disapa Ani itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com