Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gelagat S&P Tak Kerek Peringkat RI

Kompas.com - 31/03/2017, 13:45 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Masih sulit bagi Indonesia untuk mendapatkan kenaikan peringkat (rating) investasi dari Standard and Poor's (S&P). Ada indikasi lembaga rating itu enggan menaikkan peringkat Indonesia.

Dari conference summary S&P yang didapat Kontan, lembaga ini masih berat menaikkan rating Indonesia lantaran beberapa faktor. Pertama, meski mulai konsisten, masih perlu kajian lebih lanjut atas keseimbangan fiskal. Kedua, pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia masih lambat.

Ketiga, di sektor perbankan, ada kekhawatiran atas memburuknya kualitas kredit bank akibat utang debitur yang tinggi dan harga komoditas rendah. Di sisi lain, utang dollar AS korporasi tinggi.

S&P juga menyoroti penurunan keuntungan korporasi dalam jangka panjang. Pasalnya, biaya utang di Indonesia tertinggi dibanding dengan negara selevel. Di Indonesia, biaya utang mencapai 3 persen, di negara-negara ASEAN rata-rata cuma 0,2 persen-1,2 persen. Selain itu, tren keuntungan bank di Indonesia juga terus turun.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dan Menteri Keuangan Sri Mulyani acap menilai, tak ada alasan bagi S&P untuk tak mengerek peringkat utang Indonesia pada Mei nanti. Perbaikan fiskal dan reformasi struktural sudah dilakukan.

Secara fundamental, pengamat ekonomi juga yakin kenaikan rating dari S&P. Ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Rangga Cipta bilang, harusnya rating S&P naik, meski peluangnya belum 100 persen.

"Peluangnya sudah lebih besar melihat perbaikan fundamental perekonomian Indonesia setahun terakhir," ujarnya, Kamis (30/3/2017).

Rangga bilang, ada beberapa hal yang patut ditimbang. Pertama, secara struktur, fiskal sudah lebih baik. Ini terlihat dari proporsi belanja infrastruktur yang lebih besar dibanding belanja subsidi non produktif. Pengaruh harga komoditas yang terlanjur tinggi ke APBN juga membuat defisit melebar sejak 2011.

Kedua, pertumbuhan ekonomi mulai pulih seiring pulihnya harga komoditas. Pencapaian pertumbuhan di 2016 lebih baik dibanding 2015. Di saat sama, defisit transaksi berjalan menipis akibat surplus dagang melebar.

Ketiga, pendapatan per kapita memang relatif rendah dibanding negara lain di kawasan, tapi masih tumbuh positif. Komposisi kelas menengah yang lebih banyak seharusnya menunjukkan daya beli yang kuat dan merata.

Ekonom Maybank Juniman menambahkan, sebenarnya, ada perbaikan di semua bidang. Tapi, proses perbaikan ekonomi butuh waktu, misal reformasi pajak, pembangunan infrastruktur. Meski telah mengantongi peringkat positif dari Moody dan Fitch, peringkat S&P masih dibutuhkan. "Terutama bagi investor konservatif semisal dari Jepang," katanya. (Adinda Ade Mustami, Ghina Ghaliya Quddus)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Masuk ke Beberapa Indeks Saham Syariah, Elnusa Terus Tingkatkan Transparansi Kinerja

Whats New
Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-'grounded' Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Pesawat Haji Boeing 747-400 Di-"grounded" Pasca-insiden Terbakar, Garuda Siapkan 2 Armada Pengganti

Whats New
ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

ASDP Terus Tingkatkan Peran Perempuan pada Posisi Tertinggi Manajemen

Whats New
Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Jaga Loyalitas Pelanggan, Pemilik Bisnis Online Bisa Pakai Strategi IYU

Whats New
Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Bulog Targetkan Serap Beras Petani 600.000 Ton hingga Akhir Mei 2024

Whats New
ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

ShariaCoin Edukasi Keuangan Keluarga dengan Tabungan Emas Syariah

Whats New
Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Insiden Kebakaran Mesin Pesawat Haji Garuda, KNKT Temukan Ada Kebocoran Bahan Bakar

Whats New
Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Kemenperin Pertanyakan Isi 26.000 Kontainer yang Tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak

Whats New
Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Tingkatkan Akses Air Bersih, Holding BUMN Danareksa Bangun SPAM di Bandung

Whats New
BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

BEI: 38 Perusahaan Antre IPO, 8 di Antaranya Punya Aset di Atas Rp 250 Miliar

Whats New
KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

KAI Services Buka Lowongan Kerja hingga 25 Mei 2024, Simak Kualifikasinya

Work Smart
Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Anggaran Pendidikan di APBN Pertama Prabowo Capai Rp 741,7 Triliun, Ada Program Perbaikan Gizi Anak Sekolah

Whats New
Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada 'Pertek' Tak Ada Keluhan yang Masuk

Bantah Menkeu soal Penumpukan Kontainer, Kemenperin: Sejak Ada "Pertek" Tak Ada Keluhan yang Masuk

Whats New
Tidak Ada 'Black Box', KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Tidak Ada "Black Box", KNKT Investigasi Badan Pesawat yang Jatuh di BSD

Whats New
Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Investasi Rp 10 Miliar, Emiten Perhotelan KDTN Siap Ekspansi Bisnis Hotel Rest Area

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com