Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garuda Indonesia Butuh Waktu 1 Tahun agar Keuangannya Stabil

Kompas.com - 12/06/2017, 07:00 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Pahala N Mansury mengatakan, perseroan butuh waktu 1 tahun mengembalikan kondisi keuangan menjadi stabil pasca kerugian yang mencapai kurang lebih Rp 1,31 triliun pada kuartal I 2017.

(Baca: Kuartal I 2017, Garuda Indonesia Rugi Rp 1,31 Triliun)

"Likuditas, neraca, dan indikator-indikator lainnya masih sangat positif, sampai akhir tahun ini tipis-tipis. Akhir tahun depan (stabil), proses perbaikan makan waktu 9-12 bulan ke depan," ungkap Pahala di kantor Kementerian Perhubungan, Jakarta, Minggu (11/6/2017).

Pahala mengatakan, pihaknya saat ini terus berupaya memperbaiki kondisi keuangan yang ada, pasca sempat merugi yang dialami Garuda di awal tahun ini. Terlebih dengan adanya kekhawatiran banyak pihak maskapai milik negara itu akan bangkrut.

"Ketakutan banyak pihak harus digunakan sebagai masukan bagi Garuda. Memang kami tiga bulan pertama mengalami kerugian. Tapi bukan terus kami lihat ada potensi bangkrut. Itu justru jadi momentum positif buat kami melakukan perbaikan-perbaikan, baik dari perbaikan kinerja, rute, cost, dan lainnya, itu yang akan kami lakukan," kata dia.

Mantan petinggi Bank Mandiri tersebut optimistis maskapai perusahaannya dalam waktu kurang lebih satu tahun ke depan, kondisi keuangannya akan membaik.

"Kami optimis dalam 9-12 bulan kedepan kondisi Garuda akan sangat berbeda dibanding sebelumnya. Saat ini jumlah penumpang yang kita angkut terus alami peningkatan," kata dia.

(Baca: Pahala N Mansury Diberikan Waktu 12 Bulan Perbaiki Kinerja Garuda)

 

Seperti diketahui, Garuda Indonesia membukukan rugi bersih atau rugi yang diatribusikan ke entitas induk sebesar 98,5 juta dollar AS pada tiga bulan pertama 2017, atau sekitar Rp 1,31 triliun (kurs 13.300). Namun, rugi periode berjalan adalah sebesar 99,1 juta dollar AS.

Dibandingkan kuartal I tahun lalu, emiten dengan kode saham GIAA itu masih mencetak laba bersih atau laba yang diatribusikan ke entitas induk sebesar 1,02 juta dollar AS. Sedangkan laba periode berjalan adalah sebesar 800.000 dollar AS.

Kerugian bersih tersebut utamanya disebabkan kenaikan harga bahan bakar avtur. Dalam setahun terakhir, biaya bahan bakar naik 54 persen dari 189,8 juta dollar AS menjadi 292,3 juta dollar AS.

Kenaikan biaya bahan bakar tersebut secara signifikan membuat total biaya operasional meningkat 21,3 persen dari 840,1 juta dollar AS menjadi 1,01 miliar dollar AS atau mencapai 20-30 persen dari biaya operasional.

(Baca: Pimpin Garuda, Pahala Mansury Fokus Efisiensi, Rute, dan Integrasi)

 

Penerimaan yang naik 6,2 persen dari 856 juta dollar AS menjadi 909,5 juta dollar AS tak mampu mengkompensasi tingginya biaya. Selain karena harga avtur, beberapa rute penerbangan baik domestik maupun mancanegara mengalami kerugian.

Setidaknya ada 10-20 rute dalam daftar yang tengah dikaji oleh pihak maskapai mengenai keberlanjutannya.

Berbagai upaya efisiensi untuk menekan kerugian. Akan tetapi, dikarenakan bahan bakar merupakan biaya yang di luar kendali, maka efisiensi tidak hanya dilakukan dari sisi operasional.

Kompas TV Garuda Indonesia Menderita Kerugian

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Libur Kenaikan Yesus Kristus, 328.563 Kendaraan Tinggalkan Jakarta

Whats New
OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

OCBC Singapura Ajukan Tawaran Rp 16 Triliun untuk Akuisisi Great Eastern Holdings

Whats New
Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Inggris Keluar dari Jurang Resesi Ekonomi

Whats New
Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Minta Penjualan Elpiji di Warung Madura Diperketat, Ini Penjelasan Peritel

Whats New
Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Intervensi Bank Sentral Kesetabilan Rupiah dan Cadangan Devisa

Whats New
Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Bank Muamalat Buka Lowongan Kerja hingga 31 Mei 2024, Cek Posisi dan Syaratnya

Work Smart
Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Viral Video Youtuber Korsel Diajak Mampir ke Hotel, Ini Tanggapan Kemenhub

Whats New
Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Finaccel Digital Indonesia Berubah Nama jadi KrediFazz Digital Indonesia

Whats New
Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Dampak Fluktuasi Harga Pangan Awal 2024

Whats New
Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Mengenal 2 Fitur Utama dalam Asuransi Kendaraan

Earn Smart
Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Penggunaan Gas Domestik Didominasi Industri, Paling Banyak Industri Pupuk

Whats New
Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Libur Panjang, Angkasa Pura II Proyeksikan Penumpang Capai 1 Juta Orang

Whats New
Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Percepat Peluncuran Produk untuk Perusahaan Teknologi, XpandEast Terapkan Strategi Pengurangan Time-to-Market

Whats New
Pasar Kripto Berpotensi 'Rebound', Simak Prospek Jangka Panjangnya

Pasar Kripto Berpotensi "Rebound", Simak Prospek Jangka Panjangnya

Earn Smart
Asosiasi 'Fintech Lending' Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Asosiasi "Fintech Lending" Buka Suara Soal Pencabutan Izin Usaha TaniFund

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com