JAKARTA, KOMPAS.com - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengkritik program kedaulatan pangan yang diusung pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Direktur INDEF Enny Sri Hartati menjelaskan anggaran kedaulatan pangan melonjak 53,2 persen dari Rp 63,7 triliun pada tahun 2014 mencapai Rp 103,1 triliun pada APBN 2017.
Namun, tingginya alokasi anggaran tersebut ternyata belum optimal dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
Hal itu disampaikan Direktur INDEF, Enny Sri Hartati, dalam konferensi pers yang diselenggarakan di kantor INDEF, Pejaten, Jakarta Selatan, Senin (10/7/2017).
(Baca: Konsep Kedaulatan Pangan Jokowi-JK Butuh Biaya Besar)
Adapun anggaran senilai ratusan miliar rupiah paling banyak dialokasikan untuk peningkatan produksi dan produktivitas pangan.
Hal itu dialokasikan melalui empat komponen, yaitu Kementerian Pertanian, Kementerian PU-Pera, subsidi pupuk, dan subsidi benih.
Total belanja keempat komponen ini melonjak 61,7 persen dari Rp 40,2 triliun pada APBN 2014 menjadi Rp 65 triliun pada APBN 2017.
Artinya, empat komponen ini telah menyedot 59,5 persen dari total alokasi anggaran kedaulatan pangan.
Enny mencontohkan, salah satu kebijakan yang belum optimal terkait padi, jagung, dan kedelai.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.