Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Start Up Ini akan Bangun Ratusan Kampung Perikanan Digital

Kompas.com - 21/03/2019, 09:05 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Membangun sebuah perusahaan rintisan bisa jadi memang mudah. Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologimembuat semakin banyak perusahaan-perusahaan rintisan atau start up kian menjamur di dalam negeri.

Namun, untuk mengembangkan sebuah start up menjadi lebih berdaya dan memiliki daya saing tak semudah membalikkan telapak tangan.

Pendiri sekaligus CEO eFishery Gibran Huzaifah mengatakan, bahkan dirinya sempat berada di masa ketika tidak ada investor yang tertarik untuk mendanai perusahaannya.

"Kami dulu di awal agak susah mendapatkan pendanaan, waktu itu kami tawar-tawarkan, belum ada yang mau," ujar dia di Jakarta, Rabu (20/3/2019).

Hingga akhirnya di satu titik, perusahaan yang dia bangun sejak tahun 2013 ini mendapat pendanaan oleh investor, dan terakhir pada 2018 lalu, eFishery mendapat pendanaan Seri A sebesar 4 juta dollar AS.

"Baru setelah itu banyak lagi yang datang nawarin dengan jumlah yang kira-kira sama atau malah lebih besar. Kita malah kesel, ke mana aja kemarin ibaratnya kaya mantan pacar yang ninggalin, pas udah sukses dia baru dateng. Ya money follow money lah," ujar Ghibran.

Kampung Digital Perikanan

Saat ini Gibran tengah membangun kampung perikanan digital. Dengan memulai membangun di wilayah Jawa Barat, di 10 kampung, dia akan mengembangkannya menjadi setidaknya 100 kampung dalam waktu 2 tahun.

"Kami maunya bisa 100 kampung tapi mungkin enggak bisa tahun ini. Tahun ini paling 25 kampung. Cuma 2 tahun ini targetnya 100 kampung digital," kata Gibran.

Dengan adanya kampung perikanan digital ini bisa semakin memajukan petani yang ada di daerah. Sebab, dengan berbagai terobosan teknologi otomatisasi pangan yang dia lakukan, petani jadi bisa mengatur banyaknya pangan dan waktu memberi pangan melalui aplikasi.

Menurutnya, hal tersebut bisa mempersingkat waktu panen para petani tambak yang tadinya 3 bulan sekali menjadi 2 bulan sekali.

"Pendapatan petani jadi meningkat dua kali lipat," ujar dia.

Untuk bisa mendapatkan hardware pangan otomatis tersebut, petani tambak perlu merogoh kocek hingga Rp 7,8 juta. Namun, mereka bisa menyewa dengan biaya Rp 300.000 per bulan.

Tak hanya menyediakan teknologi, kata dia, keberadaan eFishery pun memancing banyak lembaga keuangan untuk menyalurkan kredit ke para petani tamak.

Mulai dari bank-bank BUMN hingga fintech peer to peer lending, mereka bersedia memberikan pinjaman ke petani ikan karena perusahaan memiliki data panen ikan yang menjadi jaminan panen setiap dua bulannya.

"Awalnya juga bank enggak mau kasih pinjaman karena telalu berisiko, tapi setelah ada data, transaksi, jadi ter-manage. Kita juga bakal kasih asuransi pertama juga ke petani. Yang kayak gitu akhirnya bisa dinego karena ada data," ucapnya.

Sebagai catatan, eFishery merupakan perusahaan rintisan yang bergerak di bidang perikanan dengan mengandalkan teknologi berupa hardware untuk pemberian pangan secara otomatis sehinga mempermudah petani tambah udang dan ikan dalam menjadwal pemberian pangan melalui aplikasi.

Hingga saat ini, eFishery telah merangkul 1.200 nelayan di 22 provinsi di seluruh Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Ada Bansos dan Pemilu, Konsumsi Pemerintah Tumbuh Pesat ke Level Tertinggi Sejak 2006

Whats New
Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Peringati Hari Buruh 2024, PT GNI Berikan Penghargaan Kepada Karyawan hingga Adakan Pertunjukan Seni

Whats New
Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Kemenperin Harap Produsen Kembali Perkuat Pabrik Sepatu Bata

Whats New
IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

IHSG Naik Tipis, Rupiah Menguat ke Level Rp 16.026

Whats New
Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Warung Madura: Branding Lokal yang Kuat, Bukan Sekadar Etnisitas

Whats New
Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Ini Tiga Upaya Pengembangan Biomassa untuk Co-firing PLTU

Whats New
Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Strategi untuk Meningkatkan Keamanan Siber di Industri E-commerce

Whats New
Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Permendag Direvisi, Mendag Zulhas Sebut Tak Ada Masalah Lagi dengan Barang TKI

Whats New
Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Pabrik Sepatu Bata Tutup, Kemenperin Bakal Panggil Manajemen

Whats New
Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Capai 12,5 Persen, Pertumbuhan Ekonomi Dua Wilayah Ini Tertinggi di Indonesia

Whats New
Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Per Februari 2024, Jumlah Pengangguran RI Turun Jadi 7,20 Juta Orang

Whats New
Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Pembangunan Infrastruktur di Australia Jadi Peluang untuk Produsen Baja Lapis RI

Whats New
KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

KAI Ubah Pola Operasi, 21 Kereta Berhenti di Stasiun Jatinegara

Whats New
Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Kejar Target 1 Juta Barrel Minyak, Industri Hulu Migas Hadapi Keterbatasan Rig

Whats New
PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

PGN Suplai Gas Bumi untuk Smelter Tembaga Freeport

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com