Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IMF Kembali Revisi Pertumbuhan Ekonomi Dunia, Jadi Hanya 3 Persen Tahun Ini

Kompas.com - 16/10/2019, 05:46 WIB
Mutia Fauzia,
Bambang P. Jatmiko

Tim Redaksi

Sumber BBC

LONDON, KOMPAS.com - Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan perekonomian dunia tumbuh pada level paling lambat sejak krisis keuangan global.

Menurut mereka, pertumbuhan ekonomi dunia hanya akan mencapai 3 persen tahun ini, revisi dari perkiraan mereka Juli lalu yang sebesar 3,2 persen. Perkiraan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah penurunan tajam dari tingkat pertumbuhan ekonomi dua tahun yang lalu.

Seperti dikutip dari BBC, Rabu (16/10/2019), menurut IMF, ketidakpastian Brexit, perang dagang dan krisis geopolitik yang tengah terjadi di beberapa negara di dunia menjadi pemicu utama perlambatan pertumbuhan eknomi.

Menurut mereka, ada kebutuhan mendesak bagi para pemimpin dunia untuk mengurangi ketegangan ekonomi yang sedang terjadi.

Baca juga : IMF Evaluasi Perekonomian Indonesia, Apa Hasilnya?

"Outlook global masih penting. Dengan pertumbuhan 3 persen, tidak ada lagi ruang untuk kesalahan kebijakan," ujar IMF dalam laporan terakhirnya.

IMF memrediksi, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akan melambat dari 2,3 persen di 2018 menjadi hanya 1,7 persen tahun ini.

Di Amerika Serikat, di mana pertumbuhan ekonomi 2017 terdorong oleh kebijakan pemangkasan pajak, diperkirakan hanya akan tumbuh 2,4 persen tahun ini dari 2,9 persen tahun lalu.

Sementara di Inggris, di mana keberadaan Brexit telah berdampak pada tingkat investasi, ekonomi diperkirakan hanya tumbuh 1,2 persen dari 1,4 persen tahun lalu.

Sementara Jerman yang mengalami kemerosotan produksi mobil hanya akan tumbuh 0,5 persen ekonominya, merosot jauh dibandingkan tahun lalu yang sebesar 1,5 persen/

Perekonomian China diperkirakan melambat dari 6,6 persen menajdi 6,1 persen. Pasalnya, China saat ini tengah menyelesaikan berbagai risiko kredit dan berhadapan Amerika Serikat mengenai perang dagang.

Sejauh ini, IMF mengatakan bank sentral telah berhasil menumpulkan dampak perlambatan dengan dengan menyesuaikan suku bunga di level rendah. Tanpa kebijakan stimulus itu, ia memperkirakan bahwa tingkat pertumbuhan akan menjadi 0,5 persen lebih rendah tahun ini.

"Dengan bank sentral harus menghabiskan amunisi terbatas untuk mengimbangi kesalahan kebijakan, mereka mungkin memiliki sedikit yang tersisa ketika ekonomi berada di tempat yang lebih sulit," kata mereka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Bank Sentral Eropa Bakal Pangkas Suku Bunga, Apa Pertimbangannya?

Whats New
Pasokan Gas Alami 'Natural Decline', Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Pasokan Gas Alami "Natural Decline", Ini Strategi PGN Jaga Distribusi

Whats New
BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

BTN Pastikan Dana Nasabah Tidak Hilang

Whats New
Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Kartu Prakerja Gelombang 67 Resmi Dibuka, Ini Syarat dan Cara Daftarnya

Work Smart
Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Peringati Hari Buruh, SP PLN Soroti soal Keselamatan Kerja hingga Transisi Energi

Whats New
Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Cara Pasang Listrik Baru melalui PLN Mobile

Work Smart
Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Bicara soal Pengganti Pertalite, Luhut Sebut Sedang Hitung Subsidi untuk BBM Bioetanol

Whats New
Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Bahlil Dorong Kampus di Kalimantan Jadi Pusat Ketahanan Pangan Nasional

Whats New
Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Luhut Sebut Starlink Elon Musk Segera Meluncur 2 Minggu Mendatang

Whats New
Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek Sedang Dikaji, MTI Sebut Tak Perlu Diberi Subsidi PSO

Whats New
Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Bahlil Ungkap 61 Persen Saham Freeport Bakal Jadi Milik Indonesia

Whats New
Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Cadangan Beras Pemerintah 1,6 Juta Ton, Bos Bulog: Tertinggi dalam 4 Tahun

Whats New
Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Intip Rincian Permendag Nomor 7 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, Berlaku 6 Mei 2024

Whats New
Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Kebijakan Makroprudensial Pasca-Kenaikan BI Rate

Whats New
Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Peringati May Day 2024, Forum SP Forum BUMN Sepakat Tolak Privatisasi

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com