JAKARTA, KOMPAS.com - Akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali menyarankan para pelaku usaha di bidang pariwisata mewaspadai lonjakan turis menjelang liburan akhir tahun.
Sebab, para pelancong menghendaki suasana gembira dan memanfaatkan waktu liburan sebaik-baiknya. Bila lonjakan turis terlalu banyak, para turis akan kehilangan harapan. Begitu pun penduduk setempat bukan tidak mungkin akan marah bila para turis berlaku seenaknya.
"Lonjakan pelancong akhir tahun bisa membuyarkan harapan itu. Macet di mana-mana dan tak bisa kemana-mana kalau daya dukung tak ditingkatkan," kata Rhenald Kasali dalam siaran pers, Rabu (27/11/2019).
Rhenald mencontohkan, kemarahan penduduk setempat pernah terjadi di berbagai destinasi wisata terkemuka. Sebut saja Venesia, Spanyol, Prancis, Belanda, dan Kroasia.
Baca juga: Menhub Ajak Maskapai Bantu Pemerintah Kembangkan 5 Bali Baru
Adapun yang dipersoalkan adalah jalan macet, harga melambung tajam, tempat wisata hanya dijadikan selfie, dan membuang sampah sembarangan.
Untuk meredakan hal tersebut, akhirnya walikota di berbagai tempat itu mengambil sikap mengingat gejolak tak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga dunia maya.
"Mereka akhirnya mengambil sikap untuk membatasi kedatangan turis, bahkan kapal pesiar pun dikenakan premi tinggi. Penyebaran Airbnb pun dibatasi. Larangan-larangan dikeluarkan untuk melindungi penduduk kota dari ketidaknyamanan," cerita Rhenald.
Lantas, bagaimana dengan Indonesia?
Bila mengacu pada data Tourism Density Index yang dikeluarkan oleh World Tourism Organization (UNWTO) PBB, lonjakan turis ke Indonesia memang tidak setinggi kota-kota Kroasia, Islandia, Denmark, Singapura, Yunani, dan Spanyol.
Baca juga: Rhenald Kasali soal NET: Tak Bisa Hanya Andalkan Pendapatan Utama
Rasio Indonesia yang berada di tingkat 23 masih disejajarkan dengan negara-negara potensial wisata seperti Mesir, Kenya, dan Tanzania.
Meski demikian, destinasi wisata Indonesia harus waspada mengingat gairah pelancong lokal sangat tinggi. Jumlah kunjungan wisatawan domestik melesat begitu cepat menyusul membaiknya infrastruktur, adanya low cost carrier, sharing ride, dan sharing-based apartment.
"Density index pada tourism di Bali telah mencapai angka yang mengkhawatirkan yaitu di peringkat ke- 4. Apalagi daya dukung Bali untuk pengembangan infrastrukturnya agak dibatasi, sementara daya Pesona Bali sebagi destinasi kunjungan utama dunia terus membaik," ucap Rhenald.
Buat Bali baru
Oleh karena itulah, Rhenald menyarankan para perencana dan pemimpin daerah perlu hati-hati dalam menyambut era baru kedatangan wisatawan milenial. Pengusaha pun perlu mengubah strategi dengan menciptakan Bali Baru.
"Pengusaha wisata Bali perlu mengubah strategi dari eksploitasi Bali menjadi orkestrator yang turut mengantarkan turis ke destinasi-destinasi baru di luar Bali, untuk mendapatkan sumber pendapatan baru," saran Rhenald.
Sementara untuk pemerintah, nampaknya peelu untuk menciptakan standar Bali Baru yang tak kalah dengan Bali saat ini.
"Negara perlu menciptakan sandar bagi Bali-Bali baru yang tak jauh dari apa yang bisa diberikan oleh Bali. Ini tentu menuntut perubahan mindset dan kewirausahaan," pungkasnya.
Baca juga: Rhenald Kasali Minta Pemerintah Perbanyak TK Negeri, Apa Alasannya?
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.