Hasilnya, banyak responden yang menjawab prioritas memperbesar usaha hanya ada diprioritas ke-20, sedangkan yang pertama adalah bisa makan dan minum.
Selanjutnya riset berlanjut ke debitur Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), dan diperoleh jawaban responden dalam memperbesar usaha itu prioritas ke-8.
Jika usaha sudah menunjukkan perkembangan, maka pemilik usaha akan semakin bersemangat memperbesar usahanya.
"Yang repot, kebanyakan UKM kita yang memproduksi 60 persen total GDP kita, namun masih belum mau memperbesar usahanya," ungkapnya.
Baca juga: Teknologi Penting untuk Dongkrak Daya Saing Ekspor UKM
Nining menegaskan, pernah ada sebuah studi di UI, bahwa ekspor UKM harus memiliki standar ISO. Namun nyatanya hal ini tak direspon positif oleh pelaku UKM. Malah para pelaku UKM yakin produknya masih bisa laris di pasar domestik.
"Banyak yang bilang, 'ngapain saya ikut gitu? saya pasar domestik saja masih banyak.' Jadi ini masalah mindset. Kita kalau mau ekspor silahkan ekspor, tapi mereka harus ikut pelatihan," jelasnya.
Nining mengatakan, UKM naik kelas itu sangat sulit, hal ini ia sampaikan berdasarkan sebuah studi dari Harvard. Dikatakan bahwa hal paling berat adalah masalah pajak yang menggerus pendapatan UKM.
"Pertama UKM itu produknya enggak ada yang beli. Kedua, mereka harus terbang di bawah radar pajak, mereka takut menjadi besar karena harus bayar pajak. Nomor tiga, akses pembiayaan itu susah," jelasnya.
Baca juga: Bos Garuda Sebut Tarif Per Kilometer Pesawat Lebih Murah dari Ojol
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.