Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bank Dunia Nilai Subsidi Energi dan Pupuk RI Tidak Tepat Sasaran

Kompas.com - 22/06/2020, 11:05 WIB
Rully R. Ramli,
Yoga Sukmana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Dunia menilai subsidi energi dan pupuk yang dilakukan pemerintah tidak tepat sasaran. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab rendahnya ruang fiskal yang dimiliki oleh pemerintah.

Melalui hasil kajian bertajuk Public Expenditure Review, Bank Dunia menyatakan, subsidi energi dan pupuk masih dinikmati oleh masyarakat kelas menengah.

Sebagai contoh, lebih dari 50 persen subsidi solar masih dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Kemudian, 20 persen subsidi elpiji dinilai tidak tepat sasaran.

Baca juga: Awal Pekan, Berikut Kurs Rupiah Hari Ini di 5 Bank

"Dan 60 persen subsidi pupuk dinikmati oleh 40 persen petani terkaya, serta lebih dari 30 persen subsidi pupuk dinikmati oleh produsen yang bukan merupakan target penerima subsidi," ujat ekonomi senior Bank Dunia untuk Indonesia Ralph Van Doorn dalam peluncuran Public Expenditure Review, Senin (22/6/2020).

Menurutnya, dengan adanya realokasi belanja subsidi, pemerintah akan mampu menghemat dan memperbaiki kualitas anggaran belanja negara hingga 8,5 persen.

"Reformasi subsidi akan mengurangi kemiskinan, meningkatakan produktivitas, mengurangi dampak terhadap lingkungan," katanya.

Baca juga: Lelang Motor Pekan Ini, Ada Yamaha R15 Rp 9,7 Juta

Dengan adanya reformasi penerimaan dan belanja subsidi dapat menghasilkan tambahan ruang fiskal rata-rata tahunan sebesar 1,3 persen dari PDB untuk belanja pada sektor-sektor prioritas.

Dari sisi belanja, reformasi subsidi yang berhasil akan menurunkan pengaruh fluktuasi harga komoditas terhadap belanja, dan juga dapat memberikan manfaat tambahan, seperti produksi dan konsumsi energi yang lebih efisien bahan bakar.

"Kemudian juga lebih sedikit menghasilkan polusi udara lokal dan lebih sedikit emisi gas rumah kaca, defisit neraca perdagangan yang menurun akibat berkurangnya impor-impor produk bensin olahan, dan kemungkinan perusahaan-perusahaan menjadi lebih produktif, karena perusahan-perusahaan tersebut akan terdorong untuk menggantikan modal fisik yang sudah tua menjadi peralatan baru yang lebih efisien," tulis World Bank dalam Public Expenditure Review.

Baca juga: Bukan Uang Koin Gambar Sawit, Ini Uang Logam Termahal Bank Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com