Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Sekali Dua Kali Marah, Ini Momen Jokowi Pernah Tersulut Emosi

Kompas.com - 30/06/2020, 11:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Selama menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia dua periode, Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali meluapkan kemarahannya di depan publik. Banyak hal yang membuat jengkel mantan Gubernur DKI Jakarta ini.

Kejengkelannya kerap kali diluapkan karena perintahnya yang tak kunjung direalisasikan oleh para pembantunya. Beberapa hal di antaranya terkait dengan kebijakan ekonomi.

Kemarahan Jokowi bukan sekali dua kali. Berikut momen Jokowi pernah tersulut emosi:

1. Marah-marah soal dwelling time

Kemarahan Jokowi atas lambatnya dwelling time terjadi saat dirinya baru menjabat sebagai Presiden pada periode pertamanya.

Jokowi mengaku pelayanan yang dilakukan pelabuhan harus ditingkatkan untuk mempercepat masa tunggu di pelabuhan atau dwelling time itu.

Baca juga: Jokowi Marah, Ini Realisasi Anggaran Penanganan Covid-19

Dia merasa geram karena tak mendapat jawaban yang memuaskan dari pejabat di Pelabuhan Tanjung Priok soal oknum yang memperlambat dwelling time, sehingga membuat ongkos logistik Indonesia mahal. 

"Kita harus terbuka. Saya tanya, enggak ada jawabannya, ya saya cari sendiri jawabannya dengan cara saya. Kalau sulit, bisa saja dirjennya saya copot, pelaku di lapangan saya copot, bisa juga menterinya yang saya copot," kata Jokowi kala itu.

2. Harga cabai mahal

Persoalan mahalnya harga cabai ini seolah jadi masalah klasik menahun yang tak kunjung dicarikan solusi. Seperti jadi langganan setiap tahun, harga cabai akan melonjak tajam, terutama saat transisi pergantian musim.

Polemik harga cabai sampai membuat Jokowi merasa kesal pada tahun 2017. Dia merasa jengkel karena harga cabai bisa jadi keributan nasional di masyarakat selama berbulan-bulan.

Baca juga: Jokowi Pernah Jengkel karena Harga Cabai

"Pengendalian harga bisa kita kontrol dengan baik, jadi jangan sampai ada yang suka naik-naikkan isu, mengenai cabai, Pak, harganya mahal sekali," kata Jokowi saat itu.

Lanjut Jokowi, dirinya sampai heran mengapa cabai yang bukan komoditas pangan pokok, tetapi bisa memicu polemik berkepanjangan.

"Yang naik hanya cabai saja kok ribut, nanti kalau musimnya juga turun, biasa, fluktuatif. Jangan termakan hal seperti itu, faktanya memang iya (cabai naik), tetapi memang fluktuasinya seperti itu," ucapnya dengan nada kesal.

3. Harga gas belum juga turun

Dalam rapat terbatasnya pada Januari 2020 di Istana Kepresiden, Jokowi merasa kesal dengan melambungnya harga gas industri. Dia bahkan sempat ingin berkata kasar karena geram dengan mahalnya harga gas.

Padahal, Jokowi sudah meminta harga gas bisa bersaing dengan negara tetangga sejak awal periode pemerintahannya. Tahun 2016, Jokowi meminta harga gas turun hingga 5-6 dollar AS per MMBTU mulai November 2016.

Baca juga: Jokowi Minta Harga Gas Diturunkan, Februari 2020 Masih Ada yang Mencapai 13,5 Dollar AS

Saat itu, Jokowi membandingkan harga gas di negara tetangga yang jauh lebih murah. Padahal, kata dia, Indonesia memiliki cadangan gas lebih banyak daripada negara-negara itu.

”Saya meminta ada langkah konkret untuk menjadikan harga gas di Indonesia lebih kompetitif. Dari simulasi hitungan, harga gas Indonesia bisa turun hingga 5 dollar AS sampai 6 dollar AS per MMBTU. Jika tidak bisa turun, sebaiknya tidak perlu dihitung lagi,” kata Jokowi.

4. Serapan anggaran

Jokowi menumpahkan amarahnya di hadapan para menteri dalam sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Video kemarahan Presiden itu dirilis Istana pada Minggu (28/6/2020).

Salah satu hal yang disorot Presiden yakni terkait realisasi anggaran penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi. Seperti diketahui, pemerintah sudah mengalokasikan anggaran Rp 695,2 triliun untuk program tersebut.

Baca juga: Daftar Relawan Jokowi Saat Pilpres di Kursi Komisaris BUMN Karya

Namun, hingga pertengahan Juni 2020, realisasi anggaran tersebut rupanya masih seret. Padahal, kata Presiden, Indonesia sedang menghadapi situasi krisis akibat pandemi Covid-19.

"Saya lihat, masih banyak kita ini yang seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis," ujar Jokowi dengan nada tinggi.

5. Mafia migas dan kilang minyak

Kegiatan impor minyak ke Indonesia masih terus terjadi sehingga memberatkan neraca perdagangan. Hal ini membuat Jokowi marah dan mengancam oknum yang membuat Indonesia terus membuka keran impor minyak alias mafia migas.

Bahkan, Jokowi menyebut sudah mengetahui siapa dalang yang ada di belakang kegiatan impor 800.000 barrel per hari. Dia menyebutkan, ada pihak yang ingin menikmati untung besar. Hal ini pula yang membuat Indonesia kesulitan membangun kilang.

Baca juga: Ahok adalah Upaya Jokowi Berperang Melawan Mafia Migas...

"Lah ini yang seneng impor, bukan saya cari. Sudah ketemu siapa yang seneng impor. Sudah ngerti saya," kata Jokowi saat Musyawarah RPJMN 2020-2014 di Istana Negara, Senin (16/12/2019).

Padahal, kata Jokowi, Indonesia memiliki banyak sumur minyak. Hanya saja, instruksi Jokowi agar Indonesia membangun kilang minyak sampai saat ini belum berjalan.

"Kenapa enggak genjot produksi? Karena ada yang masih senang impor minyak. Sudah saya pelajari, enggak benar kita ini," kata dia.

"Habis pelantikan yang pertama saya sampaikan, saya minta kilang ini segera dibangun. Tapi, sampai detik ini, dari lima yang ingin kita kerjakan, satu pun enggak ada yang berjalan, satu pun," kata Jokowi lagi.

Baca juga: Mengintip Gaji Pejabat Kemenkeu yang Rangkap Jabatan Komisaris BUMN

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com