JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi RI pada kuartal III tahun 2020 kembali minus, yakni -3,49 persen.
Maka dari itu, jelas sudah Indonesia mengalami resesi setelah pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2020 juga mencatat pertumbuhan (minus) -5,32 persen.
Di sisi lain, Amerika Serikat saat ini sedang menggelar pemilihan presiden AS. Pertarungan cukup ketat antara Joe Biden dan Donald Trump.
Baca juga: Nasib IHSG Bergantung Pada Pilpres AS dan Resesi, Simak Rekomendasi Saham Hari Ini
Namun, sejauh ini posisi Biden masih lebih unggul daripada Trump.
Di sisi lain, proyeksi gelomabng biru tampaknya tidak terjadi, dan senat masih mayoritas dari partai Republik.
Di antara dua sentimen yang terjadi, lalu sektor apa yang masih berpotensi cuan?
Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia memang masih kontraksi, namun paling tidak lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun 2020.
Di bilang, beberapa sektor yang masih berpeluang cuan adalah sektor komoditas dan sektor yang berkaitan dengan green energy.
“Karena Biden menang, dollar AS bisa melemah dan itu bagus untuk saham komoditas. Selain itu, Biden juga pro terhadap isu lingkungan sehingga green energy akan naik dan itu akan mendorong saham komoditas seperti nikel dan timah, demikian juga dengan CPO,” jelas Hans kepada Kompas.com, Jumat (6/11/2020).
Hans bilang, pengumuman PDB kuartal III memang tidak terlalu menjadi perhatian pasar, demikian juga dengan resesi.
Baca juga: Dampak Pandemi: Indonesia Resesi, Pengangguran Tembus 9,77 Juta
Namun, saat ini pasar masih khawatir dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV tahun 2020.
“Pasar enggak terlalu khawatir, namun pasar sekarang sedang menantikan pertumbuhan ekonomi kuartal IV tahun 2020, kira-kira Indonesia bisa tumbuh berapa gitu? Tapi nampaknya di kuartal IV masih minus ya, dan enggak besar pengaruhnya ke pasar saham kita,” jelas dia.
Hans mengatakan, saat ini yang lebih dominan mempengaruhi pasar adalah Pilpres AS daripada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Dia menambahkan, dengan potensi kemengangan Biden, dan senat yang mayoritas dari partai Republik, maka kemungkinan stimulus yang dikucurkan akan lebih kecil yang membuat asset emerging market lebih menarik.
“Tidak ada stimulus yang terlalu besar, dan itu membuat FED lebih agresif mnyalurkan QE-nya dan menyebabkan bunga tetap rendah dalam kurun watu panjang, sehingga asset emerging market lebih diminati,” tegas Hans.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.