Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sanksi Pidana Penggunaan Lahan di Kawasan Hutan Diganti Denda Administratif, Ini Respons Asosiasi Sawit

Kompas.com - 01/03/2021, 19:54 WIB
Ade Miranti Karunia,
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung menyampaikan terima kasih kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena telah mendengarkan aspirasi mereka terkait usulan penghapusan tindakan pidana penggunaan lahan yang tak berizin di dalam kawasan hutan.

Sebagai gantinya, di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari Denda Administratif di Bidang Kehutanan, sanksi pidana diubah menjadi denda administratif.

PP tersebut merupakan produk turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,

Baca juga: Petani Sawit: PP Kehutanan Terbaru Bakal Ganggu Produksi Biodiesel

"Kami dari awal mengatakan, kami berterima kasih Presiden Jokowi membuat PP ini dengan tidak ada pidana. Karena dengan pidanalah yang paling kami takutkan," ucap Gulat dalam konfrensi pers virtual, Senin (1/3/2021).

Oleh karena itu, para petani sawit yang kebunnya telah terbangun di dalam kawasan hutan sebelum terbitnya PP tersebut tidak lagi khawatir saat ini.

Kendati demikian, Apkasindo tetap memberikan usulan kepada pemerintah terkait pengenaan sanksi administrasi bagi petani sawit yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan sebesar Rp 1 juta per hektare.

"Khusus petani sawit sebaiknya menggunakan perhitungan flat. Kami mengusulkan Rp 1 juta per hektare dengan tidak ada faktor pengali lainnya," ujar Gulat.

Sebab, menurut Gulat, bila pemerintah tetap menggunakan rumus dalam PP itu, maka dapat dipastikan tak lebih dari 10 persen petani dalam kawasan hutan yang mampu membayar denda.

Baca juga: Genjot Produksi Kelapa Sawit, Sinar Mas Agribusiness and Food Terus Maksimalkan Penggunaan Teknologi

Kemudian, muncul potensi gangguan dari pengenaan sanksi administrasi kepada petani sawit, seperti program bio energi melalui energi baru terbarukan (EBT).

Muncul pula pengangguran baru karena matinya aktivitas perkebunan sawit rakyat, khususnya yang menggarap dalam kawasan hutan tanpa perizinan.

Kemudian, adanya ancaman kebakaran hutan karena semak lahan sawit tidak terurus oleh pemilik.

Gulat mengatakan, potensi negatif lainnya yakni meningkatnya masyarakat yang terkena Covid-19 karena terjadi kerawanan gizi dan menurunnya imunitas tubuh petani sawit.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com