Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Dari Tancap Cabe Bawang hingga Buang Garam dari Pesawat Terbang

Kompas.com - 11/03/2021, 16:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Sudah sejak lama, permasalahan turun hujan sesekali terasa mengganggu jalannya upacara atau hajatan. Seiring dengan itu, sudah sejak lama pula berkembang “ilmu” menolak hujan demi lancarnya sebuah perhelatan di tengah musim penghujan.

Tidak aneh, berkembang pula sedemikian banyak metode dalam berusaha menolak datangnya hujan. Pada dasarnya metode penolak datangnya hujan terdiri dari dua cara yaitu menerapkan ilmu pengetahuan dan menggunakan ilmu ghaib yang sulit dijelaskan, akan tetapi ternyata “ada” atau “bisa” berhasil dengan sukses.

Sejak dahulu telah dikenal beberapa cara menolak turunnya hujan antara lain dengan menancapkan tusukan lidi ke cabe dan bawang, melempar CD (Celana Dalam) ke atas genting dan lain lain.

Berikutnya ada pula pawang hujan yang sanggup menolak atau menunda turunnya hujan demi lancarnya hajatan dan atau upacara. Sulit untuk dapat percaya. Namun pada kenyataannya tidak sedikit yang berhasil. Pawang hujan bahkan telah tampil sebagai salah satu bidang “profesi” yang cukup eksis di masyarakat.

Baca juga: Membahas Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta...

Konon upacara di tingkat intenasional bahkan kerap ada pula yang menggunakan jasa pawang hujan.

Pada awal tahun 2021 dan sebenarnya sudah dimulai setidaknya sejak dua dekade belakangan ini, ternyata sudah ada kemampuan dalam merekayasa turunnya hujan dengan memanfaatkan teknologi.

Tidak semata menolak hujan, akan tetapi lebih kepada mempercepat turunnya hujan pada kawasan tertentu atau mengusahakan turunnya hujan dikala musim kemarau. Teknologi tersebut juga dikenal sebagai teknologi rekayasa hujan buatan. Metode ini belakangan dipromosikan sebagai Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).

Kegiatan TMC dilakukan melalui kerja sama yang erat beberapa instansi terkait antara lain BMKG, TNI Angkatan Udara, BPPT dan BNPB.

Saat menghadapi bahaya banjir di Ibukota yang tidak kunjung selesai sebagai akibat lemahnya manajemen dalam tata kelola pengelolaan aliran air hujan di Jakarta, telah diambil solusi menggunakan metode TMC untuk membantunya.

Berikut ini kutipan dari pemberitaan yang beredar mengenai penerapan TMC dalam upaya menanggulangi banjir di Jakarta:

"TNI Angkatan Udara menerbangkan pesawatnya untuk melaksanakan proses penyemaian awan melalui operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Senin (22/2/21). Pesawat tersebut yaitu pesawat C-295 registrasi A-2901 Skadron Udara 2 Lanud Halim Perdanakusuma yang diterbangkan oleh Kapten Pnb Riyo dan Kapten Pnb Iskandar mengangkut sejumlah garam 2,4 ton. Pada ketinggian 10.000 sampai dengan 12.000 feet pesawat C-295 menabur garam di awan yang berpotensi mengakibatkan hujan di daerah Selat Sunda, Ujung Kulon, dan Lampung Timur sehingga hujan tidak masuk ke daerah Jabodetabek. Melalui modifikasi cuaca diharapkan dapat mengurangi risiko banjir seperti yang terjadi di Jabodetabek pada awal tahun ini. Kegiatan TMC adalah bentuk operasi kerjasama antara TNI Angkatan Udara dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),"

Baca juga: Menanti Hadirnya Pesawat Tempur Made in Indonesia...

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang sangat masuk akal, kegiatan tolak hujan kini sudah bergeser dari mekanisme penggunaan ilmu ghaib.

Meski begitu, kecanggihan teknologi dalam kemampuan merekayasa turunnya hujan masih belum mengancam eksistensi para pawang hujan yang konon pendapatannya tidak begitu terganggu dengan kehadiran metode TMC ini.

Tentu saja salah satu faktor utama adalah mengenai besarnya penggunaan dana yang diperlukan untuk keperluan bagi kinerja pawang hujan dibanding dengan metoda TMC.

 

Jakarta , Kamis 11 Maret 2021

Chappy Hakim

Pusat Studi Air Power Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com