Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Yustinus Prastowo

Penikmat Akuntansi

Kepercayaan Publik Meningkat, Pandemi Membuat Rekat

Kompas.com - 03/05/2021, 11:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Akhirnya segenap daya upaya, kerja sama domestik dan global, kerja keras banyak pihak, dan terutama sinergi dan kolaborasi semua pemangku kepentingan menunjukkan buah baik.

Vaksin ditemukan dan vaksinasi mulai masif dijalankan, kebijakan fiskal dan moneter dapat saling dukung di lapangan, industri mulai bergeliat, mereka yang terdampak secara konsisten dibantu, dan mereka yang masih punya daya tak segan mengulurkan tangan menolong sesama.

Baca juga: Survei IDEAS: 97,9 Persen Responden Keluarga Miskin Terdampak Pandemi Secara Ekonomi

Di saat sektor swasta lumpuh dan warga masyarakat terdampak, negara dengan segala keterbatasannya hadir, bukan dengan kalkulasi akuntansi tapi konstitusi, bukan berbekal motif mengejar keuntungan melainkan menempatkan keselamatan rakyat sebagai hukum tertinggi, berapapun ongkosnya.

Kita mulai terbiasa dengan kebiasaan baru. Entah mencuci tangan, menggunakan masker, menjaga jarak, berkomunikasi dan berbelanja daring.

Selain itu, kesadaran baru pentingnya transformasi dan reformasi sistem kesehatan, sistem jaminan sosial, desain kebijakan ekonomi yang lebih inklusif dan berkelanjutan, serta pentingnya solidaritas sosial dan paradigma baru yang bervisi lingkungan yang holistik – telah menjadi wacana keseharian yang benih dan bibit tindakannya telah ditabur dan disemai dengan cukup baik. Tentu saja ini pekerjaan rumah selanjutnya, menjadikan aneka modal sosial ini terlembagakan dan memungkinkan perubahan ke arah yang lebih baik.

Kembali ke permainan olah raga. Bukan perkara kekalahan demi kekalahan atau keterpurukan, tetapi bagaimana semua dimensi itu dirayakan dalam satu bingkai yang disepakati: sportivitas.

Itulah hakikat olah raga. Ada kebesaran hati mengakui kehebatan lawan seraya mendaku kita bisa lebih baik di esok hari. Turut bertepuk atas prestasi lawan karena pencapaiannya memampukan kita ditempa untuk berlatih lebih keras. Yang menang pun tak perlu jumawa karena kemenangan adalah momen saat ini, yang terus menyediakan ruang keraguan bahwa besok sangat mungkin saya kalah secara terhormat.

Baca juga: Ini 10 Negara dengan Perekonomian Terbesar, Sebelum dan Sesudah Pandemi Covid-19

Dunia politik dan kebijakan publik ada pada tegangan semacam ini. Ia berada pada arena permainan layaknya olah raga. Tak penting di mana posisi kita – di dalam atau di luar pemerintahan – karena yang terpenting adalah komitmen dan konsistensi kita memeluk dan menghidupi nyala demi kebaikan publik.

Kontestasi politik butuh lawan, bukan musuh. Selain kesepakatan merumuskan kebijakan, politik pun digerakkan oleh disensus – ketidaksetujuan otentik melalui kritik yang kuat demi kebaikan publik.

Pengalaman pandemi menyingkap satu fakta, bahwa kita punya daya untuk mengatasi tantangan dan munculnya banyak potensi dan peluang. Namun satu hal secara prinsip tak mungkin dihindari: kita tak bisa sendiri, harus bersinergi dan berkolaborasi. Justru pandemi mengingatkan kita asal muasal kita menjadi sebuah bangsa yang punya kehendak dan cita-cita.

Layaknya laga olah raga, ketika kepercayaan publik meningkat, itu bukti pandemi membuat kita makin rekat. Pepatah kuno tetap relevan digaungkan: vis unita fortior, dengan bersatu, kita semakin kuat!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Pelita Air Buka Rute Langsung Jakarta-Kendari, Simak Jadwalnya

Whats New
Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Bank Ina Ditunjuk sebagai Bank Persepsi

Whats New
BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

BI Rate Naik, Perbankan Antisipasi Lonjakan Suku Bunga Kredit

Whats New
Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Menhub Tawarkan 6 Proyek TOD di Sekitar Stasiun MRT ke Investor Jepang

Whats New
Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Terbebani Utang Kereta Cepat, KAI Minta Keringanan ke Pemerintah

Whats New
ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

ByteDance Ogah Jual TikTok ke AS, Pilih Tutup Aplikasi

Whats New
KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

KKP Tangkap Kapal Malaysia yang Curi Ikan di Selat Malaka

Whats New
Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Soal Denda Sepatu Rp 24,7 Juta, Dirjen Bea Cukai: Sudah Sesuai Ketentuan...

Whats New
Permintaan 'Seafood' Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Permintaan "Seafood" Global Tinggi jadi Peluang Aruna Perkuat Bisnis

Whats New
BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

BFI Finance Cetak Laba Bersih Rp 361,4 Miliar pada Kuartal I-2024

Whats New
Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Blue Bird Luncurkan Layanan Taksi untuk Difabel dan Lansia, Ada Fitur Kursi Khusus

Whats New
Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Melihat Peluang Industri Digital Dibalik Kolaborasi TikTok Shop dan Tokopedia

Whats New
Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Walau Kas Negara Masih Surplus, Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 104,7 Triliun Buat Pembiayaan

Whats New
Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Persaingan Usaha Pelik, Pakar Hukum Sebut Program Penyuluh Kemitraan Solusi yang Tepat

Whats New
Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Bulog: Imbas Rupiah Melemah, Biaya Impor Beras dan Jagung Naik

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com