Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Devaluasi: Pengertian, Jenis dan Penyebabnya

Kompas.com - Diperbarui 19/09/2021, 12:02 WIB
Akhdi Martin Pratama

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Demi memperbaiki perekonomian suatu negara beragam cara bisa dilakukan pemerintah. Salah satunya adalah melakukan devaluasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), devaluasi adalah penurunan nilai uang yang dilakukan dengan sengaja terhadap uang luar negeri atau terhadap emas, misalnya untuk memperbaiki perekonomian.

Sedangkan menurut buku Ekonomi 2: Untuk Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah Kelas XI (2009) karya Leni Permana Dkk, devaluasi adalah tindakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang negaranya terhadap nilai mata uang negara lain secara mendadak dan dalam perbedaan yang cukup besar atau penurunan nilai-nilai tukar (exchange rate) secara resmi atas mata uang domestik terhadap valuta asing atau mata uang dari negara-negara lain.

Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Dumping?

Tindakan ini mengakibatkan harga barang-barang negara lain menjadi relatif lebih murah di pasaran luar negeri dan sebaliknya harga barangbarang negara lain menjadi relatif mahal di pasaran dalam negeri.

Makin tinggi tingkat yang dilakukan, makin baik daya saing negara yang bersangkutan terhadap negara lain. Tindakan tersebut memungkinkan suatu negara dalam jangka pendek dapat menaikkan ekspornya dan mengurangi impornya.

Tujuan Devaluasi

Tujuan dari devaluasi diambil biasanya dilakukan dalam rangka memperbaiki neraca pembayaran luar negeri. Sehingga kurs mata uang asing menjadi relatif lebih stabil.

Berikut rinciannya:

  • Untuk memperbesar ekspor
  • Untuk memperkecil impor
  • Menambah devisa negara
  • Mengurangi beban utang.

Baca juga: Apa yang Dimaksud dengan Kelangkaan dalam Ekonomi?

Penyebab Devaluasi

Devaluasi terjadi karena adanya ketidak-seimbangan atau defisit-nya neraca pembayaran. Neraca pembayaran defisit, terjadi apabila jumlah pembayaran lebih besar dari pada jumlah penerimaan.

Berikut rinciannya:

  • Tingginya kegiatan impor yang dilakukan oleh suatu negara tanpa diimbangi dengan kegiatan ekspor yang tinggi pula
  • Semakin meningkatnya permintaan untuk mengkonversi nilai mata uang akibat tingginya kegiatan impor
  • Semakin menurunnya nilai mata uang suatu negara
  • Kegiatan ekspor hanya terpusat pada makanan dan biota laut
  • Tingginya tingkat pengangguran.

Contoh Devaluasi

Pada 25 Agustus 2059 lalu, pemerintah Indonesia mengumumkan keputusan mengenai devaluasi. Saat itu nilai mata uang kertas Rp 500 menjadi Rp 50, uang kertas Rp 1.000 menjadi Rp 100 dan pembekuan semua simpanan di bank yang melebihi Rp 25.000.

Kebijakan ini diambil untuk membendung tingginya inflasi. Dengan adanya kebijakan tersebut diharapkan uang yang beredar di masyarakat berkurang dan nilai rupiah meningkat.

Namun usaha tersebut tidak dapat mengatasi kemerosotan ekonomi. Para pengusaha di daerah tidak sepenuhnya mematuhi ketentuan tersebut.

Pemotongan nilai uang memang berdampak harga barang menjadi murah. Namun tetap saja rakyat kesusahan karena tidak memiliki uang.

Kas negara sendiri defisit akibat proyek politik yang menghabiskan anggaran. Untuk menyetop defisit, pemerintah justru mencetak uang baru tanpa perhitungan matang.

Kebijakan ini kembali dilakukan pada 1965 dengan menjadikan uang Rp 1.000 menjadi Rp 1. Akibatnya, bukannya berkurang, inflasi malah makin parah.

Indonesia mengalami hiperinflasi pada 1963-1965. Inflasi mencapai 600 persen pada 1965.

Baca juga: Apa Itu Portofolio dalam Investasi?

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga Bulan Depan

Whats New
Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Tahan Laju Utang Non-Bank, China Naikkan Modal Minimum Perusahaan Pembiayaan 3 Kali Lipat

Whats New
'Food Estate' dan 'Contract Farming' Jauh dari Kedaulatan Pangan

"Food Estate" dan "Contract Farming" Jauh dari Kedaulatan Pangan

Whats New
Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Kementan Percepat Pompanisasi di Lamongan untuk Optimasi Lahan Rawa hingga Tingkatkan IP

Whats New
BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

BKN: Pemindahan ASN ke IKN Bukan Pemaksaan, tapi Kewajiban

Whats New
China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

China dan Selandia Baru Perkuat Kerja Sama Ekonomi, Ada Apa?

Whats New
Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Sri Mulyani Sebut Realisasi Anggaran Bansos Melonjak Tajam di Awal 2024

Whats New
3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

3 Langkah IFG Dukung Transformasi Sektor Keuangan Non-bank

Whats New
Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Bank Sentral Jepang Naikkan Suku Bunga untuk Pertama Kali dalam 17 Tahun

Whats New
Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Erick Thohir Usul 7 BUMN Dapat PMN Rp 13,6 Triliun Tahun Ini

Whats New
Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Baru 2.430 ASN yang Siap Dipindahkan ke IKN

Whats New
16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

16 Smelter Mineral Bakal Dibangun pada 2024, Nilai Investasinya Rp 183 Triliun

Whats New
Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Redesain Logo BTN Menuju Era Digitalisasi

Whats New
Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Marak Bus Bodong, Pengusaha Otobus Imbau Masyarakat Waspada Pilih Angkutan untuk Mudik Lebaran

Whats New
Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpotensi Ditambah

Bukan Hanya 7, Lokasi Pembersihan Hasil Sedimentasi di Laut Berpotensi Ditambah

Whats New
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com