Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Merindukan Pembina Penerbangan Nasional di Indonesia

Kompas.com - 09/08/2021, 05:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Ini berarti penghasilan negara melalui rute basah yang biasa di layani Garuda Indonesia menjadi lenyap ditelan bumi. Agak sedikit aneh, berbarengan dengan itu justru bermunculan beberapa maskapai penerbangan swasta yang memperoleh ijin operasi sebagai perusahaan penerbangan sipil komersial.

Baca juga: Cek Update Syarat Naik Pesawat untuk Penerbangan Domestik

Jelas sekali dengan “lenyap”-nya Garuda Indonesia , membuka peluang bisnis yang sangat menjanjikan. Peluang bagi para pendatang baru.

Persoalannya adalah bahwa rute penerbangan domestik terutama rute yang dikenal dengan rute basah adalah tidak semata dapat dipandang sebagai peluang bisnis. Lebih jauh dari itu rute penerbangan tersebut adalah juga merupakan rute strategis.

Rute penerbangan strategis dalam arti rute yang sangat menjanjikan bagi pemasukan aliran dana ke Kas Pemerintah. Rute penerbangan srategis dalam arti rute penerbangan dalam konteks mendukung tata kelola administrasi dan logistik pemerintahan. Rute penerbangan yang berperan besar dalam upaya mensejahterakan rakyat banyak.

Bila dibiarkan maka dunia penerbangan kita akan berjalan menuju ke kesemrawutan. Intinya adalah akan terjadi lagi seperti di akhir tahun 1990-an dan awal tahun 2000-an, yakni muncul banyak sekali maskapai penerbangan baru.

Munculnya banyak sekali maskapai penerbangan baru yang dikelola oleh personel yang kurang berkompeten di bidangnya. Yang terjadi adalah tentu saja mudah ditebak yaitu banyak kecelakaan pesawat terbang dengan penyebab yang sangat tidak masuk akal.

Kecelakaan pesawat terbang yang disebabkan oleh faktor kecerobohan dan rendahnya kualitas dari sisi profesionalitas tim manajemen dan para pelaku di lapangan.

Untuk diketahui, sejauh ini yang memiliki safety culture kelas dunia dalam aspek Aviation Safety adalah “hanya” Garuda Indonesia. Sebuah kemapanan corporate culture dalam pengelolaan keselamatan penerbangan berstandar internasional yang hanya bisa dibangun dalam lingkungan disiplin ketat bertahun tahun lamanya.

Baca juga: Serikat Karyawan Minta Presiden Jokowi Selamatkan Garuda Indonesia

Maskapai penerbangan tidak bisa dikelola dalam tataran tim manajemen dan pelaku lapangan yang serabutan sifatnya. Sangat mengerikan bila kemudian hal ini terulang kembali, kecelakaan pesawat terbang yang masuk laut, yang mendarat di bandara salah tujuan, yang keluar landasan dan lain sebagainya.

Pandemi Covid-19 telah mengantar dunia penerbangan kita pada situasi dan kondisi yang sangat sulit, situasi dan kondisi yang menuntut penanganan segera. Situasi dan kondisi yang menuntut penanganan serius di tingkat nasional.

Tidak hanya maskapai penerbangan akan tetapi PTDI sebagai sebuah Aircraft Manufacture kebanggaan bangsa juga tengah butuh perhatian. Produk unggulan N-219 yang tengah dalam proses hingga kini belum juga muncul dipermukaan, sementara beberapa negara kini justru tengah mengembangkan pesawat listrik. Apa kabar N-219 ?

Dunia penerbangan Indonesia sejatinya memang tengah merindukan institusi pembina penerbangan nasional yang profesional untuk mengatasi ini semua.

Apabila perhatian terhadap industri penerbangan tidak kunjung datang, maka merindukan institusi pembina penerbangan nasional akan menjadi tampak sebagai burung pungguk yang tengah merindukan sang rembulan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com