Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hamid Awaludin

Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Duta Besar Indonesia untuk Rusia dan Belarusia.

Senja Kala BUMN Kita

Kompas.com - 20/10/2021, 11:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebaiknya pemerintah, dalam pengangkatan dewan komisaris, selektif dan professional. Boleh saja mengangkat siapa pun, tetapi begitu diangkat sebagai komisaris BUMN, pemerintah harus membekali mereka dengan pengetahuan yang berkaitan dengan misi intitusi tempat mereka jadi komisaris.

Pengetahuan technical how mutlak dimiliki oleh para komisaris BUMN. Dewan komisaris adalah pengawas, tetapi bagaimana mengawasi bila pengawas tidak memahami apa yang harus diawasi. Tanpa pengetahuan yang dalam dan detail, jajaran direksi bisa dengan mudah mempecundangi para komisaris.

Langkah berikutnya, sebaiknya sesegera mungkin mengaudit biaya perjalanan para karyawan BUMN kita. Saya yakin, salah satu beban BUMN kita, adalah biaya perjalanan para pengurusnya. Fakta yang ada menunjukkan, seorang anggota direksi, misalnya, datang ke sebuah daerah, maka semua jajaran pejabat di daerah atau kawasan tersebut, berbondong-bondong datang, tanpa tujuan yang jelas. Mereka hanya datang setor muka kepada pejabat BUMN yang datang itu.

Belakangan ini, dengan isu mafia tanah yang kian berkecambah, serangkaian kejadian di berbagai tempat, tanah dan bangunan BUMN, semisal PLN, diklaim orang, bahkan sudah dimenangkan di pengadilan. BUMN kita terkesan tidak serius mengurusi miliknya yang hendak diambil orang lain. Mereka hanya mengandalkan jaksa sebagai advokat negara yang bekerja untuk mereka.

Para jaksa yang menangani perkara-perkara tersebut acapkali bingung sendiri, karena pihak yang dibela ogah-ogahan terhadap propertinya sendiri. Tidak menunjukkan keseriusan dan fokus untu pro-aktif. Ya, itu tadi, ingin dilayani.

Saya juga membayangkan, ada investigasi serius dilakukan terhadap BUMN yang bermasalah tersebut, terutama yang berkaitan dengan penyalahgunaan keuangan. Kita harus melihat masalahnya mulai tahun berapa.

Setelah itu, menteri yang menangani BUMN ketika masalah mulai muncul, harus dimintai pertanggungjawaban. Apalagi, bila menteri tersebut acapkali mengiklankan diri di media massa bersama BUMN yang bermasalah, seolah BUMN tersebut sukses gilang gemilang.

Ini yang disebut kebohongan publik (public deception). Caranya gampang, kumpulkan semua iklan yang berkaitan dengan menteri dan BUMN, lalu periksa BUMN yang bersangkutan. Bila bermasalah, menterinya juga mutlak dimintai pertanggungjawaban hukum. Ini baru fair.

Baca juga: BUMN Sakit Disuntik PMN, Jokowi Geram: Maaf, Terlalu Enak Sekali

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com