Jika tak ada hak asal usul, orang berpikir lebih baik mendirikan perusahaan sendiri daripada kolektif. Bila nalar seperti itu muncul, sesungguhnya koperasi sampai kapan pun hanya akan menjadi aktivitas sambilan, bukan utama.
Budaya atau habitus koperasi saat ini jarang memberi apresiasi/insentif kepada para pendiri. Padahal di fase awal, saat koperasi belum memiliki portofolio, koperasi banyak menggunakan sumber daya pendiri. Sebutlah jaringan kerja yang mereka miliki. Lalu juga personal guarantee dalam mengakses investasi, kerjasama/kontrak bisnis dan sebagainya.
Para mitra pertama-tama akan melihat siapa saja yang ada di dalamnya. Trustee menjadi isu. Di situ reputasi pendiri menjadi penting. Semua hal itu bisa diringkas dalam istilah “intangible asset” pendiri.
Koperasi berdiri, anggaplah di tahun ketiga decline dan bangkrut. Lagi-lagi pendiri menanggung resikonya. Mulai dari kehilangan kepercayaan dari jaringan kerja. Garansi dan reputasi personal rusak. Secara pribadi juga mengalami kekecewaan yang bisa berpengaruh pada harga dirinya. Ditambah misalnya harus menyelesaikan berbagai masalah/kewajiban yang ada.
Lalu bila berhasil dan sukses, pendiri juga tak memperoleh kompensasi atas daya dan upayanya. Sedangkan anggota-anggota yang bergabung berikutnya memperoleh manfaat koperasi pada titik optimum. Mereka tak pernah tahu bagaimana tiga-lima tahun awal koperasi itu dibangun dan dikembangkan. Yang dilihat adalah momen sukses saat ini, ketika koperasi sudah berumur 10 tahun dengan aset sekian ratus miliar rupiah.
Pola begitu kaprah terjadi. Terlihat tidak adil, bukan? Dengan adanya hak asal usul, insentif atas kepeloporan para pendiri relevan untuk direkognisi dan diatur koperasi.
Insentif itu bentuknya bisa dua macam: ekonomi dan politik. Insentif ekonomi yang utama adalah alokasi deviden atas kepeloporan bagi pendiri selama-lamanya sejauh pendiri dan/ atau koperasi masih hidup/beroperasi.
Insentif ekonomi pelengkap lainnya bisa dibuat, misalnya jaminan hari tua yang diberikan koperasi kepada pendiri. Koperasi membiayakan dalam bentuk premi asuransi dan sejenisnya. Dan berbagai insentif ekonomi lain yang relevan, wajar, dan berkeadilan.
Di sisi lain, insentif politik dapat diatur dalam AD/ ART koperasi, misalnya hak menjadi penasehat koperasi. Selain itu hak menjadi formatur dalam proses regenerasi. Hak suara untuk kelompok pendiri dan sebagainya.
Dengan cara demikian hubungan antara koperasi dengan pendirinya selalu sinambung, terjaga dan mutual. Wajar bukan bagi koperasi untuk pay back atas prakarsa mereka.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.