Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Drama Krisis Batu Bara PLN: Ekspor Dilarang, Protes Negara Tetangga, hingga Beli dari Makelar

Kompas.com - 13/01/2022, 11:56 WIB
Yohana Artha Uly,
Erlangga Djumena

Tim Redaksi

Begitu pula dengan negara-negara yang memasok kebutuhan batu baranya dari Indonesia, memprotes kebijakan tersebut. Setidaknya ada Jepang, Korea Selatan, dan Filipina yang menyatakan bahwa larangan ekspor batu bara itu akan berdampak serius pada perekonomian negara mereka.

Oleh sebab itu, ketiga negara tersebut meminta pemerintah Indonesia agar segera mencabut larangan ekspor batu bara yang memang dibutuhkan mereka untuk mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).

Sebagai informasi, total kebutuhan batu bara PLN untuk mencapai hari operasi (HOP) yang ideal yakni minimal 20 hari HOP berkisar antara 16 juta-20 juta metrik ton. Adapun hingga per 5 Januari 2022, PLN sudah mendapatkan total kontrak sebesar 13,9 juta metrik ton batu bara.

Baca juga: Dibongkar Luhut, PLN Beli Batu Bara dari Makelar, Bukan dari Produsen

Rencana perubahan pengadaan batu bara untuk PLN

Polemik ekspor batu bara tersebut, membuat pemerintah secara maraton melakukan rapat koordinasi lintas kementerian. Selain memutuskan membuka ekspor secara bertahap, pemerintah juga akan merombak tata kelola pasokan batu bara untuk PLN.

Skema pembelian batu bara oleh PLN ke depannya dipastikan berubah mengikuti pergerakan harga di pasar atau artinya tak lagi membeli batu bara dengan skema DMO. Namun, risikonya adalah harga batu bara yang tinggi bisa mempengaruhi tarif listrik di masyarakat.

Maka untuk menghindari hal itu, menurut Luhut, pemerintah bakal membentuk Badan Layanan Umum (BLU) khusus batu bara. Di mana para perusahaan batu bara wajib membayarkan pungutan ekspor yang dilakukan kepada BLU.

Dana itu yang akan dialokasikan sebagai kompensasi untuk selisih harga yang dikeluarkan oleh PLN karena membeli batu bara dengan harga pasar.

Nantinya, semisal harga batu bara mencapai 100 dollar AS per ton atau hingga 200 dollar AS per ton, maka akan dihitung selisih harga yang ada dengan harga patokan batu bara sebesar 70 dollar AS per ton.

"Nanti dibentuk BLU, dan BLU yang bayar ke PLN, sehingga PLN itu membeli secara market price. Jadi tidak ada lagi nanti mekanisme pasar terganggu," ungkap Luhut di kantornya, Senin (10/1/2022).

Selain itu, PLN juga tidak lagi melakukan pembelian batu bara dengan skema Free on Board (FoB) atau membeli batu bara di lokasi tambang. Ke depannya skema yang bakal diadopsi yakni Cost, Insurance, and Freight (CIF) atau membeli batu bara dengan harga sampai di tempat.

Ia menjelaskan, selama ini batu bara yang dipasok ke PLN berasal anak perusahaannya, yakni PT PLN Batubara. Namun, perusahaan itu justru tidak mencari batu bara langsung dari produsen, melainkan membeli dari trader alias makelar.

Perusahaan trader ini lazimnya tidak memiliki tambang batu baranya sendiri. Di sisi lain, sebagai perusahaan perantara, trader tidak memiliki kewajiban memenuji ketentuan DMO sebagaimana yang berlaku pada produsen batu bara.

Oleh karena tidak ada kewajiban DMO, perusahaan trader pun lebih memilih menjual batu bara ke luar negeri saat harganya melambung di pasar ekspor, ketimbang menjualnya ke PLN.

"Jadi kita benahin banyak betul ini, nanti PLN tidak ada lagi FoB, semua CIF. Tidak boleh lagi PLN trading dengan trader, jadi semua harus beli dari perusahaan," papar Luhut.

Baca juga: PLN Batubara Terancam Dibubarkan, Erick Thohir: PLN Nanti Dibuat 3 Subholding

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com