Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ironi Minyak Sawit: Ditanam di Tanah Negara, Dijual Mahal di Dalam Negeri

Kompas.com - Diperbarui 24/01/2022, 22:06 WIB
Muhammad Idris

Penulis

KOMPAS.com - Harga minyak goreng tengah melonjak drastis. Para produsen kompak menaikkan harga dengan dalih menyesuaikan dengan harga minyak sawit (CPO) di pasar global.

Lonjakan harga minyak goreng di Indonesia ini jadi ironi, mengingat pasokan minyak sawit di Indonesia selalu melimpah. Bahkan tercatat jadi negara penghasil CPO terbesar di dunia.

Sejatinya, perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng besar menggarap perkebunan kelapa sawitnya di atas tanah negara yang diberikan pemerintah melalui skema pemberian hak guna usaha (HGU).

Bahkan beberapa HGU perkebunan sawit besar, berada di atas bekas lahan pelepasan hutan. Kendati begitu, pemerintah tak bisa memaksa produsen menurunkan harga minyak goreng yang masuk dalam kebutuhan pokok masyarakat sesuai aturan harga eceran tertinggi (HET). 

Baca juga: Deretan Konglomerat Penguasa Minyak Goreng di Indonesia

HGU merupakan pemberian tanah milik negara untuk dikelola pengusaha untuk dimanfaatkan secara ekonomi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan UU Nomor 5 tahun 1960 beserta peraturan-peraturan turunannya.

Keberadaan HGU sendiri sebenarnya tak lain adalah sebagai pengejawantahan UUD 1945 Pasal 33, di mana bumi dan kekayaan di dalamnya bisa dipakai sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.

Agar pengusaha bisa mendapatkan HGU, ada sejumlah prosedur yang wajib diikuti. HGU dapat diberikan untuk tanah dengan luas sekurang-kurangnya 5 hektare.

Khusus untuk tanah negara yang diperuntukan untuk perkebunan, HGU bisa diberikan minimal 25 hektare untuk badan usaha. Patut dicatat, HGU perkebunan baru bisa diterbitkan apabila sudah sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Baca juga: YLKI Heran, Minyak Goreng Tidak Impor, tapi Dijual Pakai Harga Dunia

Untuk satu perusahaan sawit skala besar, bahkan bisa mendapatakn HGU hingga ratusan ribu hektare. Jangka waktu pengusaha mengelola HGU adalah 25 tahun dan bisa diperpanjang.

Pemerintah sendiri bisa mencabut HGU yang dipegang pengusaha perkebunan kapan saja apabila dianggap tidak memenuhi ketentuan.

Ilustrasi kebun kelapa sawit terbesar di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan.Sinar Mas Agribusiness and Food Ilustrasi kebun kelapa sawit terbesar di Indonesia. Perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia terdapat di Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Pemerintah gelontorkan subsidi

Ketimbang menekan pengusaha untuk menjual minyak goreng sesuai harga eceran tertinggi (HET), pemerintah lebih memilih menggelontorkan subsidi melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit atau BPDPKS.

Dalam konteks ini, subsidi untuk menutup selisih harga keekonomisan dengan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng yang ditentukan pemerintah Rp 14.000 per liter itu ditujukan bagi produsen minyak goreng.

Baca juga: YLKI Endus Aroma Persekongkolan Kartel di Balik Mahalnya Minyak Goreng

Per 19 Januari 2022, pemerintah menerapkan kebijakan minyak goreng satu harga, yaitu Rp 14.000 per liter, untuk minyak goreng kemasan sederhana dan premium.

Jumlah minyak goreng bersubsidi yang akan digelontorkan selama enam bulan itu sebanyak 1,5 miliar liter.

Pemerintah telah menyediakan dana Rp 7,6 triliun untuk menutup selisih harga keekonomisan dan HET minyak goreng.

Harga keekonomisan minyak goreng itu akan diveluasi setiap bulan dengan melihat pergerakan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) global.

Sejumlah minyak goreng kemasan di minimarket Alfamart di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, diburu warga sejak beberapa hari lalu. Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI Sejumlah minyak goreng kemasan di minimarket Alfamart di kawasan Palmerah, Jakarta Barat, diburu warga sejak beberapa hari lalu.

Baca juga: Pengusaha Bantah Ada Kartel Harga Minyak Goreng

Bebani konsumen

Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, tak habis pikir dengan meroketnya harga minyak goreng di negara penghasil sawit terbesar di dunia.

Ia bilang, minyak goreng merupakan produk turunan dari minyak sawit (CPO) yang merupakan produk dalam negeri. Namun anehnya dijual untuk masyarakat di dalam negeri dengan patokan harga global.

"Kita kan penghasil CPO terbesar, kita eksportir bukan importir, jadi bisa menentukan harga CPO domestik. Jangan harga internasional untuk nasional," ujar Tulus dalam pesan singkatnya.

Menjual minyak goreng dengan harga mahal di dalam negeri tentunya mencedarai konsumen. Mengingat sejatinya, perusahaan besar juga menanam sawitnya di atas tanah negara melalui skema HGU.

Baca juga: Pengusaha Bantah Ada Kartel Harga Minyak Goreng

Di sisi lain, pemerintah juga banyak membantu pengusaha kelapa sawit dengan membantu membeli CPO untuk kebutuhan biodiesel. Bahkan pemerintah membantu pengusaha sawit swasta dengan mengucurkan subsidi biodiesel besar melalui Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Saat harga minyak sawit dunia naik, tak seharusnya pemain besar produsen minyak goreng menjual produknya dengan harga mahal yang membebani masyarakat.

Soal kenaikan harga karena alasan banyaknya pabrik minyak goreng yang tidak terintegrasi alias tidak memiliki kebun sawit juga tidak masuk akal.

Kondisi stok minyak goreng ludes terjual di ritel Kabupaten SragenFristin Intan/Kompas.com Kondisi stok minyak goreng ludes terjual di ritel Kabupaten Sragen

Ini karena hampir semua pemain besar produsen minyak goreng juga menguasai perkebunan kelapa sawit. Minyak goreng yang diproduksi para pemain besar juga ikut melonjak.

"Saya curiga ada praktek kartel atau oligopoli. Dalam UU tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," kata Tulus.

Kartel sendiri merujuk pada sekelompok produsen yang mendominasi pasar yang bekerja sama satu sama lain untuk meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan menaikan harga, sehingga pada akhirnya konsumen yang dirugikan.

Baca juga: Pasar Minyak Goreng di RI Dikuasai 4 Perusahaan Besar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com